Kambing
Etawah
Bangsa
kambing perah Etawah atau Jamnampari merupakan kambing popular dan tersebar
luas sebagai kambing perah (susu) di India, Asia Tenggara dan di daerah-daerah
lain. Kambing ini mempunyai telinga yang lebar dan panjang serta menggantung. Kambing
perah Etawah merupakan kambing perah yang baik dan juga sering digunakan
sebagai produsen daging. Warna bulunya bervariasi dengan warna dasarnya putih,
coklat dan hitam. Telinga menggantung dan panjangnya ± 30 cm. Ambing biasanya
berkembang baik. Berat badannya yang jantan 68-91 kg, sedang yang betina 36-63
kg. produksi susu dapat mencapai 235 kg dalam periode laktasi 261 hari dan
produksi susu tertinggi tercatat 569 kg. kadar lemak rata-rata 5,2% karkas
kambing jantan dan betina umur 12 bulan dapat mencapai 44-45% berat hidup
(Blakely,1991).
Kambing Saanen
Bangsa
kambing Saanen berasal dari lembah Saanen di Swiss bagian barat kambing ini
sangat terkenal, berwarna putih dengan bulu yang panjang atau pendek.
Telinganya tegak dan tajam. Kambing ini merupakan kambing bangsa Swiss yang
tersebar dengan berat lebih dari 65 kg pada saat dewasa kelamin. Menonjol
karena jumlah (produksi) susunya banyak, tetapi lemak susunya agak rendah
(Blakely,1991).
Toggenburg. Bangsa
kambing Toggenburg atau bangsa Togg berasal dari pegunungan Alpen di Swiss.
Kambing ini adalah jenis kambing kecil dengan badan pendek dan kompak. Kambing
betina mempunyai berat 45 kg saat dewas kelamin. Kambing Togg berwarna coklat
dibagian badannya dengan warna putih di kaki bagian bawah, dasar ekor dan sisi
wajah bagian bawah. Kambing ini berambut panjang atau sedang berjenggot.
Kambing Toggenburg merupakan kambing penghasil susu yang baik (Blakely,1991).
Kepala kambing Toggenburg mempunyai ukuran sedang dan garis profilnya sedikit
konkav (cekung). Telinganya berdiri dari mengarah kedepan (Prihadi,1997).
Anglo
Nubian. Bangsa kambing Anglo Nubian merupakan persilangan antara kambing
Jamnampari dari India dan Nubian. Kambing tersebut merupakan kambing yang
besar, mempunyai kaki yang tinggi dengan kulit yang baik dan bulu mengkilap.
Mempunyi telinga panjang dan menggantung, profil mukanya konveks (cembung) yang
biasanya disebut Roman Nose. Jadi bentuk kepala kambing tersebut keseluruhan
seperti kepala unta dan biasanya tidak bertanduk. Warna bulu sangat bervariasi.
Pada puncak laktasi produksi susu mencapai 2-4 kg per hari dengan rata-rata 1-2
kg per hari. Susu kambing Anglo Nubian mempunyai kadar lemak yang tinggi,
rata-rata 5,6% (Prihadi,1997).
Nubian. Bangsa
kambing Nubian berasal dari Afrika. Berbulu pendek, mengkilap dan kebanyakan
berwarna hitam dan coklat dengan telinga yang panjang dan jatuh (terkulai).
Kambing bersifat sangat lembut, produksi susunya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan kambing yang berasal dari Swiss, tetapi persentase lemak
susu tinggi. Kambing betina mencapai dewasa kelamin pada saat beratnya
kira-kira 60 kg. kambing Nubian cenderung lebih banyak dagingnya dibandingkan
bangsa kambing perah lainnya (Blakely,1991).
French
Alpine
Kambing ini
berasal dari pegunungan Alpine di Perancis. Kambing ini mempunyai warna yang
bervariasi, antara lain putih, abu-abu, coklat dan hitam. Badannya besar dengan
mata yang tajam dan telinga tegak. Tidak banyak menunjukan kesulitan dalam
kelahiran. Ukuran kambing betina saat dewasa kelamin adalah sekitar 55 kg.
kambing ini menonjol kemampuan untuk menyusui anaknya karena mempunyai ambing
yang besar dan bentuknya bagus dengan puting yang ideal (Blakely,1991).
British
Alpine
Bangsa
kambing ini berasal dari Swiss dan pegunungan Alpine Austria. British Alpine
merupakan kambing yang dideveloped menjadi produsen susu yang baik. Sebagian
besar kambing asli di Eropa adalah grup bangsa Alpine dan penyebarannya luas
keseluruh Eropa. Kambing-kambing Swiss, French dan Italian Alpine merupakan
tipe-tipe kambing Alpine dan banyak dijumpai di Eropa Tengah dan Utara. Mereka
biasa dipelihara dalam jumlah yang kecil dan ditumbatkan dengan system
feedingstall. British alpine telah dimasukkan di India barat, Guyana,
Madagaskar, Mauritius, dan Malaysia. Kambing ini mempunyai daya klimatisasi
lebih baik daripada kambing Saanen (Prihadi,1997).
Di India
barat pernah tercatat produksi lebih dari 4,5 kg perhari pada laktasi kedua dan
ketiga, tetapi di Malaysia dan Mauritikus pengembangan kambing ini gagal antara
lain karena kelembaban yang tinggi (Prihadi,1997).
Damaskus
Kambing
bangsa ini merupakan kambing yang banyak dipelihara di Libang, Syria,Cyprus.
Kambing tersebut baik yang jantan maupun betina tidak bertanduk., warna pada
umumnya merah, atau merah dan putih, profil muka konveks, daun telinga panjang
dan menggantung. Tinggi gumba 70-75 cm dan berat badan antara 40-60 kg.
produksi susu 3-4 liter perhari dapat mencapai 6 liter, dengan jumlah produksi
300-600 liter dalam 8 bulan. Kambing Damaskus lebih subur dibandingkan dengan
Saanen, dimana tiap kelahiran rata-rata 1,76 cempe (Prihadi,1997).
Beekal
Bangsa
kambing ini banyak dijumpai di beberapa distrik di Punyab India, Rawalpindi dan
Lahore di Pakistan barat. Sepintas kambing ini seperti Jamnampari, antara lain
profil mukanya Roman Nose, telinga panjang tetapi jauh lebih kecil dibandingkan
telinga kambing Etawah (Prihadi,1997).
Kambing ini
biasanya berwarna merah coklat dengan bercak atau belang-belang putih. Tinggi
gumba jantan dan betina adalah 89 dan 84 cm. kambing betina dewasa mencapai
berat hidup kira-kira 45 kg. rata-rata selama laktasi kambing ini dapat
menghasilkan susu 105 kg susu dalam waktu 224 hari, dan beranak rata-rata
setahun sekali dengan rata-rata anaknya tunggal atau twin (kembar dua)
(Prihadi,1997).
Barbari
Bangsa
kambing Barbari banyak dijumpai di India bagian Pakistan barat. Kambing ini
mempunyai bulu-bulu yang pendek, umumnya berwarna putih dengan bercak-bercak
coklat. Tinggi gumba kambing jantan antara 66-76 cm dan betina 60-71 cm.
kambing betina dewas berat hidupnya antara 27-36 kg. kambing ini biasanya
digunakan untuk produksi susu dan ambingnya pada umumnya berkembang dengan
baik. Pernah tercatat produksi susu selama dalam periode laktasi 235 hari
mencapai 144 kg (Prihadi,1997).
Di India
bangsa kambing ini telah dikembangkan karena produksi susunya dan area tubuhnya
relative kecil, sedang produksi cukup banyak menyebabkan ternak ini dipandang
sebagai produsen susu yang ekonomis (Prihadi,1997).
DAFTAR
PUSTAKA
Blakely, J
and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke- 4. Gadjah Mada
University Press. Jogjakarta.
Prihadi, S.
1997. Dasar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM. Jogjakarta.
0 komentar:
Post a Comment