Ambing merupakan karakteristik utama pada semua Mammalia. Ambing berasal dari kelenjar kulit dan dikelompokkan sebagi kelenjar eksokrin. Ambing berfungsi mengeluarkan susu untuk makanan anaknya setelah lahir. Ambing ini tumbuh selama kebuntingan dan mulai mengeluarkan susu setelah beranak. Berbagai hormon yang menentukan reproduksi juga mengatur ambing. Karena itu, perkembangan ambing dan laktasi adalah bagian integral dari reproduksi.
Tujuan mempelajari anatomi dan
fisiologi ambing adalah menuraikan anatomi ambing sapi, pertumbuhan normalnya,
dan perkembangan selama berbagai fase reproduksi, serta kontrol endrokin
atas proses ini.
Gambaran Eksternal Ambing
Ambing/kelenjar susu sapi terdiri
dari empat (4) bagian terpisah. Bagian kiri dan kanan terpisah jelas, bagian
ini dipisahkan oleh sulcus yang berjalan longitudinal yang disebut sulcus
intermammaria. Kuartir depan dan belakang jarang memperlihatkan batas yang
jelas. Jika dilihat dari samping, dasar ambing sebaiknya rata, membesar ke
depan dan melekat kuat ke dinding tubuh perut. Pertautan pada bagian belakang
sebaiknya tinggi dan lebar, dan tiap kuartir sebaiknya simetris. Gambaran
eksternal ini memberi arti produktivitas seumur hidup dan merupakan kriteria
penting yang digunakan untuk menilai sapi perah pada pameran ternak dan penilaian klasifikasi bangsa.
Berat ambing tergantung umur,
masa laktasi, banyaknya susu di dalam ambing,
dan faktor genetik. Beratnya berkisar antara 11,35 – 27,00 kg atau lebih
tidak termasuk susu. Kapasitas ambing adalah 30,5 kg. Berat dan kapasitasnya
naik sesuai dengan bertambahnya umur. Setelah sapi mencapai umur 6 tahun berat
dan kapasitas ambing tidak naik lagi. Terbesar kapasitasnya pada laktasi yang
kedua dan ketiga. Normalnya, kuartir belakang lebih besar dari kuartir depan
dan menghasilkan susu sekitar 60 persen produksi susu sehari.
Susu dari tiap kelenjar
disalurkan ke luar melalui puting, puting susu berbentuk silindris atau kerucut
yang berujung tumpul. Puting susu
belakang biasanya lebih pendek dibandingkan puting susu depan. Bila menggunakan
mesin perah putting susu yang pendek lebih menguntungkan dibanding dengan yang
panjang, karena milk-flow rate-nya
lebih cepat, dengan perkataan lain sapi dengan puting panjang diperah lebih
lama dari pada puting pendek. Sifat terpenting puting untuk pemerahan efisien
adalah (1) ukuran sedang, (2) penempatan baik, dan (3) cukup tegangan pada otot
spinkter sekitar lubang puting agar memudahkan pemerahan dan susu tidak
menetes.
Antara 25 sampai 50 persen
sapi mempunyai puting berlebih (tambahan), keadaan ini disebut supranumerary
teat. Puting berlebih ini biasanya terletak di sebelah belakang. Sebaiknya
puting berlebih ini dihilangkan sebelum pedet mencapai umur satu tahun, hal ini
untuk mencegah terjadinya mastitis.
Gambaran Internal Kelenjar Susu/Ambing
Ambing terdiri dari rangkaian sistem berbagai
struktur penunjang. Struktur penunjang ini adalah darah, limfe dan pasokan
syaraf, sistem saluran untuk menyimpan dan mengangkut susu, serta unit epitel
sekretori bakal alveoli. Tiap komponen ini berperan langsung atau tidak
langsung terhadap sintesis susu,
Jaringan Penunjang
Kulit. Walaupun perananan
kecil sebagai jaringan penunjang dan stabilisator ambing, namun kulit ini
sangat besar peranan sebagai jaringan pelindung bagian dalam ambing dari luka
dan bakteri.
Ligamen suspensori lateral. Ligamen suspensori lateral
merupakan salah satu jaringan penunjang utama ambing. Jaringan ikat ini sangat
berserabut, tidak lentur (non-elastis), dan berasal dari perluasan otot atas
dan belakang ke ambing. Ligamen suspensori lateral membesar sepanjang kedua
sisi ambing dan bagian ujung jaringan masuk ke dalam ambing untuk menopang
bagian dalam ambing. Ligamen suspensori lateral membesar ke bagian tengah dasar
ambing dimana jaringan bergabung dengan ligamen suspensori median.
Ligamen suspensori median. Jaringan ikat ini juga
merupakan jaringan penunjang utama ambing. Jaringan disusun dari jaringan lentur (elastik) yang
timbul dari tengah dinding perut dan membesar di tengah ambing yang menyatukan
ligamen suspensori lateral di dasar ambing. Kelenturan ligamen suspensori
median berguna agar ambing dapat membesar bila berisi susu.
Sistem Pembuluh Darah.
Darah yang mengandun O2
meninggalkan jantung melalui aorta dan kemudian melalui cabang-cabang arteri
yang lebih kecil darah dibawa ke ambing melalui dua buah arteri : arteri pudenda externa (kanan dan kiri).
Kedua arteri ini menembus dinding perut melalui canalis inguinalis masing-masing kanan dan kiri masuk ke dalam
ambing. Pada saat masuk ke dalam ambing keduanya berubah menjadi arteria mammaria yang segera bercabang
menjadi arteria mammaria cranialis
dan caudalis. Kedua cabang ini
bercabang-cabang lagi menjadi arteria yang lebih kecil, kemudian membentuk
kapiler yang memberi darah ke sel-sel ambing.
Venula yang berasal dari
kapiler-kapiler dan saling beranastomosa membentuk vena yang menampung darah
dari ambing. Pada bagian atas/puncak ambing vena membentuk lingkaran vena. Pada
tempat ini darah meninggalkan ambing melalui tiga jalan, yaitu :
1.
Jalan utama pertama tediri atas
dua buah vena pudenda externa yang sejajar dengan arteria pudenda externa berjalan melalui canalis inguinalis dan akhirnya menggabungkan diri dengan vena cava yang membawa darah ke jantung.
2.
Jalan utama kedua terdiri atas
dua buah vena yaitu : vena abdominalis
atau vena mammae kanan dan kiri yang
terdapat pada tepi anterior dari ambing. Kedua vena ini berjalan di sepanjang
dinding ventral perut berada langsung di bawah kulit. Vena ini masuk ke dalam cavum thoracis pada sumber susu dan
akhirnya menggabungkan diri dengan vena
cava anterior ke dalam jantung.
3.
Jalan ketiga yaitu vena perinealis, walaupun kecil
merupakan jalan masuk ke dalam tubuh dari ambing melalui velvis.
Pada saat sapi berdiri sebagian
besar darah kembali ke jantung melalui vena susu. Tetapi dalam keadaan sapi
berbaring aliran darah yang melalui vena susu terhenti. Walaupun demikian
produksi susu tidak terganggu karena adanya jalan ketiga tersebut.
Terdapat kenaikan aliran darah ke
ambing (+ 180 persen) pada beberapa hari setelah sapi beranak. Kenaikan
ini dapatlah dihubungkan dengan penurunan aliran darah uterus setelah beranak
dan ini mungkin mengambil peranan penting dalam inisiasi dari sekresi susu
karena lebih banyak bahan-bahan pembentuk susu serta hormon laktogenik yang
terbawa bersama aliran darah tersebut ke dalam ambing. Tiap-tiap satu volume
susu yang dibentuk memerlukan 500 volume darah yang mengalir ke dalam ambing.
Secara singkat dikatakan Blood flow rate
merupakan determinan yang penting dalam mengatur produksi susu.
Sistem Limfatik
Limfe (getah bening) adalah
cairan kelenjar tanpa warna yang dialirkan dari rongga jaringan oleh pembuluh
limfe berdinding tipis. Limfe mempunyai komposisi yang sama dengan darah
kecuali limfe tidak mengandung sel darah merah. Nodula limfe ambing dan nodula
limfe lainnya yang tersebar di seluruh tubuh penting untuk pertahanan sapi
terhadap penyakit. Nodula limfe membentuk limfosit, sejenis sel darah putih
yang berperan pada imunitas. Nodula juga menghilangkan bakteri dan benda asing
lainnya. Respon terhadap infeksi mastitis, nodula meningkatkan hasil
limfositnya ke dalam pembuluh limfe yang akhirnya menyebarkan limfosit ke dalam
vena cava anterior. Limfosit kemudian
dibawa ke ambing untuk memerangi infeksi.
Sistem Syaraf
Lapisan dalam ambing terdiri atas
dua tipe syaraf, yaitu serabut syaraf afferent (sensoris) dan serabut
syaraf efferent (para simphatis). Fungsi utama dari serabut syaraf
simpatis pada ambing adalah untuk mengontrol penyediaan darah pada ambing dan
mendinnervasi otot-otot polos yang mengelilingi saluran-saluran susu dan
otot-otot spinkter dari puting susu. Rangsangan pada sapi menyebabkan sistem
simpatetik menghentikan hormon syaraf epineprin, yang mengecilkan pembuluh
darah dan mengurangi produksi susu.
Sistem Saluran Ambing
Sistem saluran ambing terdiri atas serangkaian saluran alir yang berawal
pada alveoli dan berakhir pada saluran keluar.
Puting. Puting tertutup oleh kulit tak berambut yang tidak memiliki kelenjar
keringat. Pada dasar puting terdapat saluran pengeluaran tempat susu mengalir
ke luar. Panjang saluran pengeluaran biasanya 8-12 mm dan merupakan garis
dengan sel yang membentuk serangkaian lipatan serta akan menutup saluran
pengeluaran selama selang pemerahan.
Sisterne Kelenjar. Sisterne puting terletak tepat setelah saluran
pengeluaran bersatu dengan sisterne kelenjar pada dasar ambing. Sisterne
kelenjar berfungsi sebagai ruang penyimpanan terbatas karena menerima tetesan
dari jaringan sekretori. Umumnya sisterne kelenjar berisi 1 pint (473,18 cc)
susu yang kemampuan nyatanya berbeda pada tiap-tiap sapi.
Saluran Ambing. Percabangan sisterne ambing ada 12 sampai 50 atau
lebih saluran, yang kembali bercabang beberapa kali dan akhirnya membentuk
duktul terminal yang mengalir ke tiap alveolus.
Alveoli. Alveoli dan duktul terminal terdiri dari lapisan tunggal sel epitel.
Fungsi sel-sel ini memindahkan makanan dari darah dan mengubah menjadi susu
serta mengeluarkan susu ini ke dalam tiap alveolus. Dalam keadaan berkembang
penuh saat laktasi, beberapa alveoli berkelompok menjadi lobuli, dan beberapa
lobuli bersatu menjadi lobus.
Perkembangan dan Pertumbuhan Ambing
Normal
Jumlah sel pembentuk
susu adalah faktor utama yang membatasi tingkat produksi susu. Estimasi
korelasi antara hasil susu dan jumlah sel ambing terentang antara 0,50 sampai
0,85.
Perkembangan Fetal dan Embrionik. Rudimen ambing tampak jelas dari
penebalan sel ektodermal pada permukaan ventral (perut) embrio di antara kaki
belakang. Perkembangan ini terjadi waktu panjang pedet antara 1,4 sampai 1,7 cm
(kira-kira 30 hari setelah konsepsi).
Lahir sampai Pubertas. Sampai pedet umur tiga bulan, sistem saluran
ambing belum terlihat dewasa. Sistem saluran tumbuh mengelilingi lapisan lemak
ambing secara proporsional sesuai dengan pertambahan berat badan. Setelah tiga
bulan, pertumbuhan ambing kira-kira 3,5 kali lebih cepat dari pada pertumbuhan
tubuh. Kecepatan pertumbuhan ini berlanjut hingga umur sembilan bulan. Sel-sel
saluran ambing berakumulasi selama 3 sampai 5 siklus estrus pertama setelah
pubertas. Jumlah sel terlihat jelas menurun saat fase kebuntingan. Antara umur
9 bulan dan konsepsi, pertumbuhan dan regresi kelenjar susu selama estrus
mencapai suatu keseimbangan. Peningkatan murni jumlah sel ambing sesuai dengan
peningkatan bobot badan. Jumlah tebesar pertumbuhan saluran ambing sebelum
konsepsi terjadi pada umur sembilan bulan. Karena itu, sebaiknya peternak
memperhatikan dara tumbuh baik dan segera siap kawin.
Selama Kebuntingan. Alveoli tidak terbentuk hingga terjadi kebuntingan
pada sapi dara. Kemudian alveoli mulai menggantikan jaringan lemak seluruh
ambing.
Selama Laktasi. Jumlah sel ambing terus meningkat selama laktasi
awal. Perkembangan ini mungkin berlanjut sampai puncak laktasi. Sebagai
hasilnya, alveoli hampir seluruhnya terbungkus pada laktasi awal. Setelah itu,
tingkat penurunan sel ambing melebihi tingkat pembelah sel. Hasilnya
menunjukkan secara nyata ambing mengandung lebih sedikit sel,pada akhir laktasi
daripada awal laktasi. Mastitis juga menyebabkan kehilangan sel ambing. Secara
alami, kehilangan sel sekretori apakah dari fisiologis atau sebab patologis,
menurunkan jumlah produksi susu. Oleh karena itu pemeliharaan jumlah maksimal
sel ambing sangat dianjurkan terutama bagi sapi dengan produksi tinggi, karena
jika sel ambing tidak ada susu tidak terbentuk.
Selama Laktasi dan Kebuntingan. Kebanyakan sapi dikawinkan
antara 40 sampai 90 hari setelah beranak. Tingkat awal kebuntingan relatif
sedikit berpengaruh terhadap produksi
susu atau jumlah sel ambing. Perkembangan kebuntingan terjadi setelah
lima bulan. Perkembang-an ini menyebabkan hasil susu dan jumlah sel ambing
menurun pada sapi laktasi bunting dibandingkan yang tidak bunting.
Selama Masa Kering. Pemerahan setiap hari biasanya dihentikan setelah
sapi perah berlaktasi 10 sampai 12 bulan (dengan rentangan 6 hingga 18 bulan).
Jika sapi bunting, periode nonlaktasi ini (periode kering) diawali biasanya
sekitar 60 hari sebelum tanggal beranak. Mengikuti penghentian pemerahan tiap
hari, ambing induk tidak bunting menjadi dipenuhi dengan susu selama beberapa
hari. Walaupun begitu, aktivitas metabolik menurun cepat. Kemudian, tampak
jelas degenerasi dan kehilangan sel epitelial alveoler. Sel mio-epitelial dan
jaringan pengikat masih ada biarpun alveoli menghilang. Secara histologis,
jaringan pengikat dan sel lemak menjadi lebih menonjol selama periode ini.
Setelah involusi lengkap ambing makan hanya terdapat sistem saluran. Sistem
saluran induk sapi, akan tetapi, lebih banyak dari pada sapi dara. Walaupun
penelitian pada sapi perah belum dilaporkan, involusi lengkap alveoli
membutuhkan 75 hari pada kambing tidak bunting.
Sapi yang bunting normal selama periode kering, dan
karena kebuntingan merangsang pertumbuhan ambing, involusi lengkap tidak
terjadi pada sapi bunting. Umur kebuntingan paling sedikit 7 bulan sejak awal
periode kering menyebabkan jumlah sel ambing tidak berubah terutama selama
periode kering. Induk yang tidak mendapat periode kering normal menghasilkan
susu berikutnya berkurang daripada sapi yang mendapat istirahat 60 hari di
antara laktasi-laktasi. Karena itu, periode kering di antara laktasi-laktasi
penting untuk produksi susu maksimal. Ketidakhadiran periode kering bergabung
dengan peningkatan jumlah sel yang terjadi selama tingkat awal laktasi
berikutnya. Hal ini terutama menjelaskan kebutuhan periode kering pada sapi.
Kontrol
Hormonal Perkembangan Ambing
Perkembangan ambing nyata tidak
terjadi karena ketidakhadiran hormon tertentu. Secara umum, hormon yang
merangsang pertumbuhan ambing adalah hormon yang juga sama mengatur reproduksi.
Karena itu, sebagian besar pertumbuhan ambing terjadi pada peristiwa reproduksi
tertentu saja, misalnya saat pubertas, kebuntingan, dan sesaat setelah beranak.
Ovari. Hormon ovari merangsang perkembangan ambing selama pubertas dan
kebuntingan. Hormon ovari spesifik yang berperan dalam respon pertumbuhan
ambing adalah estrogen dan progesterone. Estrogen merangsang pertumbuhan
saluran ambing, sedangkan kombinasi estrogen dan progesterone diperlukan untuk
mencapai perkembangan lobuli-alveoler.
Pituitari Anterior. Hormon dari pituitari anterior diperlukan untuk
pertumbuhan ambing. Bekerjasama dengan hormon ovari (estrogen dan progesteron)
untuk menghasilkan per-kembangan ambing.
Laktogen Plasental Sapi. Plasenta adalah sumber estrogen dan laktogen
plasental sapi. Struktur plasental sapi serupa tetapi lebih besar dari
prolaktin dan hormon pertumbuhan. Laktogen plasental sapi mungkin bekerja sama
dengan pituitari anterior dan hormon ovari untuk perkembangan ambing selama
kebuntingan.
Adrenal dan Tiroid. Pemberian adrenal glukokortikoid dan tiroksin
memulai perkembangan ambing. Tetapi pengaruh-pengaruh ini mungkin berhubungan
dengan fungsi metabolik umum-nya dan tidak dari kepentingan primer dalam
menyokong pertumbuhan ambing.
Interaksi Hormon dan Keadaan Nutrisi. Dara yang diberi pakan berlebih
atau kurang secara jelas menghasilkan susu lebih sedikit daripada dara yang
tumbuh dengan zat gizi sesuai anjuran.
Kontrol Hormonal Laktasi
Sekresi ambing dihasilkan hanya
setelah pembentukan sistem lobuli-alveoler. Karena itu, pada dara bunting
sekresi tidak tampak sampai pertengahan kebuntingan. Berbagai enzim yang
diperlukan untuk sintesis susu terdapat dalam sel ambing yang dibentuk sebelum
beranak. Saat beranak, hormon menyebabkan peningkatan besar produksi susu.
Sekresi yang dibentuk sebelum beranak adalah kolostrum yang alami dan bukan
susu murni.
Permulaan Laktasi. Selama kebuntingan, progesteron menghalangi
sekresi α-laktalbumin (salah satu protein susu). Halangan
ini cukup untuk mencegah sintesis susu selama sebagian besar periode
kebuntingan dara. Juga, titer tinggi progesteron menghalangi mulainya laktasi
pada induk sapi saat periode kering. Progesteron tidak efektif menghalangi
kerjasama kebuntingan dan laktasi namun sebaliknya, laktasi segera dihalangi
bila sapi laktasi menjadi bunting. Segera sebelum beranak titer progesterone
menurun, sedangkan estrogen, ACTH, dan level prolaktin meningkat. Pemberian
adrenal kortikoid atau estrogen mengawali laktasi sapi perah.
Pemeliharaan Laktasi. Sesudah sapi beranak, produksi susu meningkat
cepat dan mencapai maksimum pada 2 sampai 6 minggu. Kemudian hasil susu secara
beraturan menurun.
Batasan berikut akan digunakan
untuk meguraikan laktasi. Milk secretion/sekresi susu melibatkan sintesis intraseluler susu dan
laju alir susu dari sitoplasma ke dalam lumen alveoli. Milk removal/pengeluaran
susu melibatkan pengeluaran pasif susu dari puting, sisterne kelenjar, dan
saluran utama serta pengeluaran aktif susu yang disebabkan oleh kontraksi sel
mio-epitel sekitar alveolus sebagai respon terhadap oksitosin. Laktasi terdiri
dari sekresi susu dan pengeluaran susu.
KOMPOSISI SUSU
Susu mempunyai tiga komponen karakteristik yaitu :
laktosa, kasein, dan lemak susu, disamping itu mengandung bahan-bahan lainnya
misalnya air, mineral, dan vitamin. Banyaknya tiap-tiap bahan dalam susu
berbeda-beda tergantung spesies ternak, sedangkan komposisi dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan.
Komposisi Susu Sapi Perah FH
1. Air. Air yang terkandung dalam susu bervariasi antara
82 sampai 89 persen dengan kandungan rata-rata 87 persen. Air berguna sebagai medium
disperse untuk total solid dan untuk fluidity.
2.
Material yang termasuk di dalam
lipida
Lemak Susu. Bervariasi antara 3 sampai 6 persen. Di dalam
susu, lemak berdispersi dalam bentuk butiran-butiran (globula) kecil dan
terjadi emulsi antara lemak dengan air. Globula ini berukuran antara 0,5 sampai
20 mikron dengan rata-rata 3 mikron. Setiap tetes susu disinyalir mengandung
100 juta globula lemak. Besarnya globula ini sangat penting pada proses
pemisahan lemak dari susu pada waktu proses churning
(pemisahan lemak dari susu pada saat pembuatan mentega).
Tiap-tiap globula lemak dikelilingi oleh suatu
lapisan tipis yang terdiri atas fosfolipida dan protein. Lapisan ini disebut
dengan membran globula lemak susu. Lapisan ini berguna untuk melindungi
lemak serta mempertahankan kestabilannya di dalam emulsi.
Lemak terdiri atas trigliserida yang terbentuk dari
tiga molekul asam lemak dengan satu molekul gliserol.
Terdapat asam-asam lemak volatile di dalam lemak
susu antara lain : asam-asam butirat, kaproat, kaprilat, kaprat, dan laurat;
sedangkan yang non volatile antara lain asam-asam miristrat, palmitat, stearat,
oleat, linolat, linoleat, dan arachidonat.
Asam butirat, kaproat, dan kaprilat menghasilkan
bau yang keras bila terjadi dekomposisi dari lemak susu dan merupakan penyebab
bau tengik pada produk-produk susu.
Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam susu
adalah asam linoleat, linolat, dan linoleat yang masing-masing mengandung 1,2,
dan 3 ikatan rangkap. Asam-asam lemak lainnya terdapat dalam keadaan yang
jenuh.
Fosfatida. Sebagian besar dari fosfatida adalah trigliserida dari asam lemak
berantai panjang yang berikatan dengan asam fosfat dan senyawa yang mengandung
nitrogen (N) yaitu choline. Choline ini merupakan bagian dari vitamin B
kompleks dan sangat esensial untuk metabolisme lemak, kolesterol, dan untuk pertumbuhan.
Sphingomyelin kecil jumlahnya dalam susu.
Lecithin. Lecithin merupakan fosfolipida utama yang terdapat dalam susu. Lesitin
ini dijumpai pula di dalam kuning telur, jaringan syaraf hewan, dan hampir
semua sayuran terutama kedelai. Susu mengandung 0,03 persen fosfolipida
terutama lesitin, sphigomyelin, dan cephalin. Pada proses pemisahan lemak susu
kira-kira setengah dari fosfolipida yang ada terbawa bersama lemak susu.
Bagian dari lemak susu yang tidak tersabun. Jika lemak disabun dan sabun yang
terjadi diekstraksi dengan ether, maka bahan yang tidak di dalam ether
merupakan bagian lemak yang tidak tersabun, karena sabun itu sendiri tidak
larut dalam ether. Pada lemak susu bahan-bahan yang tidak tersabun sebagian
besar terdiri atas sterol. Sterol utama yang etrdapat dalam susu adalah
cholesterol. Sterol ini dijumpai dalam jaringan-jaringan tubuh terutama otak
dan syaraf. Susu mengandung 0,015 persen cholesterol.
Vitamin A. Vitamin A yang terdapat dalam susu berasal dari bagian yang tidak tersabun
dari lemak susu. Vitamin A dan karotenoid susu nampaknya terkonsentrasi pada
permukaan globula lemak dan banyaknya mempunyai hubungan dengan ukuran globula.
Susu yang dihasilkan pada musim panas atau pada saat padang penggembalaan
banyak mengandung rumput hijau akanlebih banyak mengandung vitamin A
dibandingkan dengan susu yang dihasilkan pada musim-musim dimana hijauan kurang
produksinya, karena lebih banyak karoten yang terdapat di dalam hijauan
akibatnya akan lebih banyak pula kemungkinannya ditransfer menjadi vitamin A
dalam susu. Banyaknya karoten di dalam susu adalah 0,03 persen.
Vitamin D. Vitamin D yang terdapat di dalam susu adalah vitamin D2, yang berasal
dari ergosterol dalam makanan, dan vit D3 yang merupakan derivate dari
7-dehidrokolesterol, yang dihasilkan dari penyinaran ultraviolet sinar
matahari. Kolostrum megandung 3 sampai 10 kali lebih banyak vitamin D
dibandingkan susu normal.
Vitamin E dan K. Vitamin E yang terdapat pada susu dalam bentuk α-tocopherol. Kolostrum mengandung
2,5 sampai 7 kali lebih banyak tocopherol dibandingkan dengan susu normal.
Fungsi yang tepat dari vitamin E dalam susu belum diketahui dengan jelas,
diduga vitamin E bertindak sebagai antioksidan dalam lemak susu.
Susu relatif sedikit mengandung vitamin K. Tidak
seperti vitamin lainnya yang larut dalam lemak, konsentrasinya dalam susu tidak
dipengaruhi oleh kandungan di dalam ransum karena sejumlah besar vitamin K
dapat disintesa di dalam rumen.
3. Protein
Ada tiga macam protein utama susu, yaitu : kasein,
laktalbumin, dan laktoglobulin. Ketiga macam protein ini terdapat dalam bentuk
koloid, tidak membentuk lapisan seperti pada lemak susu, tetapi secara seragam
berdispersi dalam susu
Kasein. Kasein merupakan 80 persen dari protein total dalam susu. Selain
mengandung asam-asam amino, kasein mengandung pula fosfor,dan terdapat dalam
susu sebagai garam-garam kalsium yang dikenal dengan Ca-kaseinat. Kasein
terdiri atas alpha, beta, gamma, dan kappa kasein. Bila pH susu 4,6 – 4,7; maka
kasein akan dipresipitasikan/diendapkan. Kasein dapat pula dipisahkan dari susu
dengan jalan menggunakan sentrifuse berkecepatan tinggi (high speed centrifuge). Dapat pula terjadi pengendapan karena susu
menjadi asam oleh sebab bakteri. Penambahan enzim proteolitik, terutama rennin
akan menyebabkan terjadinya endapan pula. Endapan ini merupakan protein
kompleks yang berbeda dengan pengendapan oleh asam yang menghasilkan protein
yang tidak kompleks (tidak terikat). Dengan alkohol dan pemanasan 250 oF,
akan menyebabkan kasein mengendap.
Laktalbumin. Laktalbumin terdiri atas sekelompok
protein-protein tertentu yang mempunyai sifat-sifat kimia dan fisik hampir
bersaman. Protein-protein itu adalah β-laktoglobulin, α-laktalbumin, dan albumin serum darah. Seperti kasein, protein ini merupakan koloid dalam
susu. Perbedaannya dengan kasein yaitu
bahwa laktalbumin mudah mengendap bila dipanaskan, tetapi tidak menggumpal oleh
rennin dan asam, juga tidak mengandung fosfor tetapi mengandung sulfur yang terdapat dalam asam
amino cystein, serta sangat banyak mengandung tryptophan. Meskipun laktalbumin
terdapat dalam jumlah yang kecil di dalam susu, tetapi laktalbumin sangat
penting karena dari segi nutrisi merupakan komplemen dari kasein. Juga karena
mudah menggumpal oleh panas, laktalbumin sangat penting dalam stabilisasi
produk-produk dari susu yang terkena panas saat prosesing. Sejumlah kecil
laktalbumin mungkin dikoagulasikan bila susu dipasteurisasikan.
Laktoglobulin. Kelompok protein ini terdiri atas euglobin dan
immunoglobulin yang terdapat dalam jumlah 0,1 persen dari susu normal.
Laktoglobulin terdapat dalam jumlah yang sangat besar dalam kolostrum.
Immunoglobulin berguna sebagai antibodi. Laktoglobulin mudah dikoagulasi oleh
panas dan tidak menggumpal oleh asam dan rennin.
4. Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam susu adalah laktosa yang
terdapat dalam bentuk a dan b. Kadarnya dalam susu adalah 4,8
%. Laktosa adalah disakarida jika dihidrolisa akan menghasilkan dua buah
molekul gula sederhada yaitu glukosa dan galaktosa. Laktosa di alam hanya
ditemukan dalam susu. Laktosa larut dalam susu, karena itu mempengaruhi
stabilitas dari titik beku, titik didih, dan tekanan osmosa dari susu.
Dibandingkan dengan sukrosa kemanisan laktosa hanyalah seperenam kalinya.
Bakteri-bakteri tertentu mampu memfermentasikan laktosa dan menghasilkan asam
laktat. Fermentasi ini menyebabkan rasa asam dari susu dan krim. Di dalam susu
terkandung pula glukosa dan galaktosa dalam jumlah yang sangat kecil (trace).
5. Mineral
Susu
Dua buah mineral yang paling penting adalah Kalsium
(Ca) sebanyak 0,12 % dan Fosfor (P) sebanyak 0,10 %.
6. Vitamin
yang larut dalam air yang terdapat dalam susu
Vitamin-vitamin B. Vitamin-vitamin B disintesa oleh mikroflora di
dalam rumen. Bakteri dipecah dalam usus danruminansia menggunakan
vitamin-vitamin yang dibebaskan untuk kepentingan tubuhnya. Oleh karena itu,
konsentrasi vitamin B di dalam susu tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan
ransumnya. Susu mengandung sejumlah kecil riboflavin, inositol, dan asam
pantotenat. Walaupun demikian satu quart
(946,4 cc) susu dapat menyediakan 33-50 persen thiamin, 85 – 140 persen
riboflavin, 25 – 60 persen vit B6, 33 persen asam pantotenat, paling sedikit 20
persen cholin, dan 20 persen biotin yang diperlukan untuk orang dewasa setiap
hari. Pemberian ransum rumput yang segar akan menaikkan kandungan riboflavin 20
– 50 persen. Kolostrum mengandung jauh lebih banyak thiamin, riboflavin, B6, cholin,
asam folat, dan vitamin B12 dibandingkan susu normal.
Vitamin C. Vitamin C dalam susu terdapat dalam dua bentuk yang aktif, yaitu asam
askorbat dan asam dehidroksiaskorbat. Kandungan vitamin C dalam susu sangat
sedikit sekali dipengaruhi oleh ransum dari sapi, umur, bangsa, masa laktasi.
Kolostrum mengandung 10–60 persen lebih banyak vitamin C dibandingkan dengan
susu normal. Ruminansia dapat mensintesis vitamin C. Jika kandungan vitamin C
dalam ransum diperbanyak kelebihan vitamin C akan dirusak oleh bakteri atau
diekskresikan.
7. Non
Protein Nitrogen
Non protein nitrogen (NPN) tedapat dalam jumlah
yang sangat kecil (trace), yang mungkin terbentuk sebagai hasil metabolisme
nitrogen dalam tubuh sapi dan dalam sintesis susu yang merupakan by-product atau residu. NPN yang
dijumpai dalam susu, adalah ammonia, urea, kreatinin, metil guanidine, asam
urat, adenin, guanin, hipoxantin, asam orotik, asam hipurat, dan indikan.
8. Lain-lain
Di dalam susu terdapat gas-gas CO2, O2,
dan N2. Terdapat pula unidentified
esters dari phosphoric acid.
9. Enzim-enzim
yang terdapat dalam susu
Enzim-enzim yang terdapat dalam susu antara lain
katalase, peroksidase, xanthin oksidase, fosfatase, aldolase, amilase (a dan b), lipase, esterase, protease, karbonik anhidrase,
dan selolase.
BIOSINTESIS SUSU
Ambing mengambil zat gizi dari darah,
mengubahnya menjadi komponen susu, dan melepas-kannya ke dalam lumen alveolar. Tingkat kejadian ini merupakan
faktor fisiologis utama dalam mengatur level/tingkat produksi susu.
Sel ambing adalah pabrik yang
sangat teratur dan memiliki tingkat metabolisme tinggi. Ambing menggunakan
kira-kira 80 persen dari total glukosa, asam asetat, dan asam amino darah
Pelepasan Susu Ke dalam Lumen Alveoler
Pelepasan susu ke dalam lumen
alveolus terjadi tanpa menampakkan bagian dalam sel. Komponen individual susu
disimpan terpisah di dalam sel ambing. Karena itu, susu sebenarnya belum
terbentuk sampai komponen susu masuk ke lumen alveoler tempat komponen-komponen
ini bercampur. Butir lemak terbentuk di sebagian kecil sel. Kemudian, ukurannya
membesar dan bergerak perlahan ke lumen alveoler. Membran sel membungkus butir
lemak saat butir lemak menekan ke luar sel. Kemudian, butir lemak dijepit oleh
membran luar permukaan sel dan menjadi bebas di dalam alveolus. Sebaliknya,
protein susu dibungkus di dalam sel ambing seperti butiran asing di dalam
vakuola. Lalu, protein susu dilepaskan ke dalam lumen alveoli tanpa melepaskan
penutup membran sel. Laktosa terdapat dalam vakuola sekretori dan dilepaskan ke
lumen alveoler bersama dengan protein. Sejumlah air dialirkan ke susu melalui
vakuola. Mekanisme yang menyebabkan sisa komponen kimia susu memasuki lumen
alveoli belum diketahui.
Biosintesis
Protein Susu
Sebagian besar protein makanan
manusia disusun dari asam amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial
harus dipasok dalam makanan, sedangkan asam amino nonesensial dibentuk di dalam
tubuh dari asam amino esensial atau karbohidrat. Protein susu mengandung lebih
banyak asam amino esensial dari makanan alami lainnya. Dengan demikian,
kandungan protein susu terutama menyebabkan ungkapan "susu adalah makanan
alami yang hampir mendekati sempurna".
3.1. Prekursor
Protein primer susu adalah a-kasein, b-kasein, k-kasein, g-kasein, a-laktal-bumin, dan b-laktoglobulin. Protein-protein mencakup lebih dari 90 % protein total susu
dan hanya ditemukan di dalam susu serta tidak terdapat di tempat lain dalam
alam. Seluruh protein disintesis dalam sel sekretori ambing dari sumber bersama
asam amino bebas. Sel ambing berlaktasi mengambil beberapa asam amino esensial
dari darah. Pengambilan ini melebihi hasil asam amino di dalam usus. Kelebihan
asam amino digunakan sebagai sumber energi dan membentuk asam amino
nonesensial. Di dalam susu, kasein menjadi terkumpul ke dalam struktur seperti
benang yang disebut misel. Fungsi utama kasein adalah memberi asam amino untuk
pedet. Fungsi lainnya juga sudah diketahui. Sebagai contoh, a-kasein menstabilkan misel
kasein. Jika tidak, dadih akan terbentuk di dalam susu. b-laktoglobulin menyebabkan
sifat aroma matang pada susu yang dipanasi. Panas mendenaturasi b-laktoglobulin sehinggs formasi dadih terbentuk.
Keadaan ini penting pada pembuatan keju secara kecil-kecilan.
Imunoglobulin dan albumin serum
darah memasuki sel ambing dari darah dan tidak berubah di dalam susu. Sintesis protein ini dari asam
amino dalam sel ambing tidak dibutuhkan.
3.2. Reaksi Biokimia
Jumlah total protein susu relatif
sedikit. Protein hasil selalu disusun dari jumlah sama asam amino yang
disiapkan dalam rangkaian yang sama. Lebih lanjut, tiap individu sapi selalu
menghasilkan protein susu yang sama, tetapi mungkin berbeda dari sapi lainnya.
Sedikit protein susu asing ditemukan hanya pada sapi, keluarga sapi, atau bangsa
tertentu.
Sintesis protein susu dengan
rangkaian asam amino khasnya adalah proses yang terkontrol secara ketat. Gena
atau DNA mengontrol langsung sintesis protein. Penyelesaian sintesis protein
terjadi sebagai berikut. Pesan genetik DNA dalam nukleus disampaikan ke mRNA
yang bergerak ke ribosom. Di sana mRNA menerjemahkan pesan yang mengkhususkan
rangkaian asam amino protein susu.
Sintesis protein memerlukan
energi. Energi berasal dari pemecahan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin
monofosfat (AMP). Pada ruminan, ATP berasal dari oksidasi karbohidrat terutama
glukosa, dari asetat, dan dari lemak. Karena itu, sintesis protein susu optimal
tidak terjadi jika ransum tidak memasok energi yang berimbang.
Rangkaian langkah yang diperlukan untuk menyusun protein
susu. Awalnya, ada pengaktivan asam amino di sitoplasma sel ambing sekretori
oleh enzim ATP (Langkah 1). Asama amino teraktivasi bersatu dengan RNA lainnya
yang disebut RNA peubah atau tRNA (Langkah 2). Tiap 18 asam amino umum yang
ditemukan di dalam protein susu mempunyai enzim pengaktivnya sendiri dan tRNA.
Gabungan asam amino-tRNA bergerak dari sitoplasma ke ribosom yang mengandung
pesan genetik dalam bentuk mRNA. Tipe ketiga RNA disebut ribosom atau rRNA yang
menyatukan tRNA dengan mRNA (Langkah 3).
Dengan demikian, asam amino individu terikat satu setiap waktu dan membentuk
rantai panjang asam amino. Akhirnya, terbentuk protein susu di ribosom sel
sekretori ambing. Rantai asam amino berasal dari saluran di dalam ribosom dan
masuk ke lumen saluran retikulum endoplasmik. Rantai asam amino diperpendek
saat rantai melewati membran retikulum endoplasma. Pemotongan rantai ini
merupakan ciri khas protein susu. Protein bergerak melalui lumen retikulum
endoplasma ke aparatus Golgi dan vakuola sekretori serta melepaskan isinya.
Metabolisme
Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam darah
sapi yaitu glukosa. Sebagian besar karbohidrat ransum difermentasi menjadi asam
lemak terbang di dalam rumen sapi perah. Salah satu asam lemak ini adalah
propionat. Propionat diubah menjadi glukosa di dalam hati. Sumber penting
lainnya dari glukosa darah ruminan berasal dari pemecahan protein
(glukoneogenesis) di perifer jaringan ambing. Level glukosa darah ruminan hanya
setengah dari yang ditemui dalam hewan nonruminan. Pengambilan ambing terhadap
glukosa merupakan faktor pembatas utama untuk sekresi susu maksimal sapi perah.
4.1. Penggunaan Glukosa
Glukosa darah sapi digunakan oleh
sel ambing dalam berbagai cara dan tiap alur penting untuk membentuk susu.
Contoh memperlihatkan keadaan seperti berikut. (1) Glukosa digunakan untuk
mensintesis gula utama susu berupa laktosa. (2) Glukosa adalah sumber utama
energi yang berbentuk ATP. (3) Glukosa dapat digunakan untuk menyusun gliserol
dari trigliserida susu. Dan (4), glukosa digunakan dalam sintesis RNA. Tanpa
glukosa, sintesis susu hanya berlanjut dalam beberapa menit.
4.2. Biosintesis Laktosa
Gula utama susu adalah disakarida
yang berbentuk laktosa. Laktosa disusun oleh satu molekul glukosa dan satu
molekul galaktosa. Laktosa bertanggung jawab langsung terhadap rasa manis susu.
Laktosa juga merangsang pertumbuhan bakteri tertentu yang membentuk asam laktat
di dalam usus halus pedet. Dan, asam laktat dipercaya membantu penyerapan Ca
dan P untuk pembentukan tulang pedet muda.
Glukosa merupakan prekursor
laktosa. Dua molekul glukosa memasuki sel ambing untuk tiap molekul laktosa
yang dibentuk. Kondensasi molekul glukosa kedua terjadi di dalam aparatus Golgi
dan dikatalis oleh enzim yang disebut laktosa sintetase. Enzim ini disusun oleh
dua subunit. Salah satu sub unit ini adalah a-laktalbumin yang menjadi komponen protein utama
dalam susu. Karena itu, a-laktalbumin berfungsi sebagai enzim dan protein untuk pakan pedet.
Biosintesis
Lemak Susu
Lemak dalam susu sapi bersifat
sebagai trigliserida campuran (Gambar 6) dengan proporsi agak tinggi (kira-kira
50 %) asam lemak rantai pendek (C4 - C16). Setengahnya
lagi lemak susu dibentuk dari asam lemak rantai panjang (C18 - C20).
Susu sapi memiliki karakteristik lain berupa proporsi tinggi asam lemak jenuh.
Kandungan lemak susu mendasari kepentingan tambahan karena merupakan faktor
utama dalam penentuan harga susu.
5.1. Prekursor asam lemak
rantai-panjang
Asam lemak dalam ransum sapi
membentuk langsung kira-kira setengah asam lemak yang terdapat dalam susu.
Asam-asam lemak ini hampir seluruhnya berupa rantai panjang. Kebanyakan asam
lemak tanaman dalam ransum sapi adalah asam lemak rantai-panjang dan tidak
jenuh, karena banyak mengandung ikatan
rangkap di antara atom-atom karbon. Kebanyakan asam lemak tidak jenuh ransum
menjadi tidak terhidrogenasi (jenuh) di dalam rumen. Perubahan ini menyebabkan
sejumlah besar asam lemak jenuh di dalam susu sapi.
Setelah melewati rumen, asam
lemak rantai-panjang diserap dari usus halus masuk ke dalam sistem limfe, dalam
hal ini lakteal. Lalu, asam lemak ini terikat ke
protein dan masuk ke dalam darah. Selanjutnya, ikatan ini diserap dari darah oleh sel sekretori ambing. Macam
ransum mempengaruhi panjang rantai lemak yang disekresikan ke dalam susu.
Derajat kejenuhan sedikit lebih rendah karena rumen tidak 100 % efisien dalam
menjenuhkan seluruh asam lemak dalam ransum.
Kandungan tinggi asam lemak jenuh
dari susu sapi menimbulkan anjuran untuk mengurangi konsumsi lemak susu dalam
pangan manusia. Beberapa ahli berteori bahwa lemak hewan jenuh dibandingkan
lemak nabati tidak jenuh. Lemak jenuh akan mempertinggi kholesterol dan
menumpuk dalam arteri manusia sehingga disebut arterosklerosis. Bukti yang ada
hingga kini menduga bahwa jumlah total kalori yang masuk relatif berlebih dari
pada pengeluaran energi ditambah faktor-faktor lainnya menyebabkan seseorang
menderita arterosklerosis. Keadaan ini lebih penting dari macam lemak yang
terdapat dalam makanan itu sendiri.
5.2. Prekursor asam lemak
rantai-pendek
Asam lemak rantai-pendek yang
mencakup 50 % lemak susu tidak berasal langsung dari asam lemak ransum
disintesis di dalam sel sekretori ambing dari asetat dan badan keton yang
berupa b-hidroksibutirat. Asetat adalah
unit 2-karbon sedangkan b-hidroksibutirat molekul 4-karbon. Keduanya berasal dari fermentasi
karbohidrat tanaman menjadi asam lemak terbang di dalam rumen. Asam lemak
rantai-pendek sangat berbau dan sangat mempengaruhi aroma dan rasa keju.
Asam lemak rantai-pendek
disintesis oleh jalur 2-karbon asal asetat yang berupa asetil-koenzim A (CoA).
Awalnya, CO2 bergabung dengan asetil-CoA membentuk 3-karbon
intermediet yang berbentuk malonil-CoA. Kemudian, molekul tambahan asetil-CoA
bersatu dengan malonil-CoA. Satu molekul CO2 dilepaskan. Kemudian,
asam lemak 4-karbon dihasilkan. Keberhasilan pengulangan proses ini menyebabkan
berbagai ukuran panjang dibentuk. Sel sekretori ambing juga mampu mensintesis
asam lemak rantai-pendek dengan mengubah b-hidroksibutirat menjadi butirat setelah penambahan
CoA yang membentuk butiril-CoA. Bentuk antara yang sama juga terjadi pada
penggunaan asetat. Jalur sekunder terdapat untuk penggunaan b-hidroksibutirat. Dalam jalur
ini, asam lemak 4-karbon dipecah menjadi unit 2-karbon dan digunakan sebagai
asetat.
Asetat lebih banyak digunakan
daripada b-hidroksibutirat untuk sintesis
lemak susu, selein itu setat memberi tambahan energi untuk sel ambing. Karena
sumbangannya yang besar terhadap sintesis susu, produksi assetat di dalam rumen
sapi perah penting untuk produksi susu optimal.
Vitamin,
Mineral, dan Air
Sel sekretori ambing tidak dapat
mensintesis vitamin atau mineral. Karena itu, seluruh vitamin dan mineral susu
dipasok dari darah.
Kalsium, fosfor, kalium, khlor,
natrium, dan magnesium adalah mineral utama susu. Walupun mineral susu berasal
dari darah, tetapi belum diketahui apakah jumlah yang diserap sebanding dengan
konsentrasinya dalam darah. Juga belum diketahui mekanisme pengambilan
terpilih. Ada bukti bahwa sel epitel dapat melepaskan mineral ke dalam darah
seperti ke dalam usus. Keadaan ini disebut metabolisme aktif.
Biasanya di dalam susu terdapat
persentase laktosa, natrium, dan kalium dalam jumlah konstan. Mineral-mineral
ini ditambah dengan khlor mengatur keseimbangan osmotik susu. Terdapat hubungan
terbalik antara konsentrasi dalam susu. Hubungan serupa terjadi antara laktosa
dan kalium saja.
Air terutama berasal dari cairan
intrasseluler kaya-kalium dari sel alveoler dan terutama adanya aliran darah ke
dalam sel untuk memelihara keseimbangan osmotik sebagai hasil sintesis laktosa,
protein, dan lemak. Susu berada dalam keseimbangan osmotik dengan darah.
Laktosa mengatur hampir 50 % dari tekanan osmotik susu. Karena itu, peningkatan
konsentrasi laktosa menyebabkan air mengalir ke dalam dan kandungan natrium dan
khlor susu menurun. Proses ini lebih lanjut mempengaruhi produksi susu,
terutama karena air memenuhi sebanyak 87 % dari susu.
Sapi dengan mastitis atau mendekati
akhir laktasi hampir secara tidak bervariasi memiliki produksi susu menurun
dengan kandungan laktosa dan kalium rendah serta kandungan natrium dan khlor
naik. Keadaan ini menyebabkan rasa asin susu sapi saat laktasi berkembang.
Tabel 1. Prekursor Darah
Kandungan Susu
No
|
Kandungan susu
|
Prekursor dalam darah
|
1.
|
Protein
|
|
a-kasein
|
Asam amino bebas
|
|
b-kasein
|
Asam amino bebas
|
|
k-kasein
|
Asam amino bebas
|
|
g-kasein
|
Asam amino bebas
|
|
a-laktalbumin
|
Asam amino bebas
|
|
b-laktoglobulin
|
Asam amino bebas
|
|
Imuno globulin
|
Imuno globulin
|
|
Albumin serum susu
|
Albumin serum darah
|
|
2.
|
Karbohidrat
|
|
Laktosa
|
Glukosa
|
|
3.
|
Lemak
|
|
Asam lemak rantai panjang
|
Asam lemak rantai panjang
|
|
Asam lemak rantai pendek
|
Asetat dan b-hidroksibutirat
|
|
4.
|
Vitamin
|
Vitamin
|
5.
|
Mineral
|
Mineral
|
6.
|
Air
|
Air
|
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Komposisi dan Jumlah Susu
Beberapa bagian susu hampir
selalu dijumpai dalam jumlah yang sama sedangkan komponen lainnya diketahui
sangat bervariasi. Faktor utama yang menggantikan komposisi susu adalah jumlah
total susu yang dihasilkan pada tiap pemerahan. Karena itu, banyak faktor
mempengaruhi komposisi susu. Tetapi, mekanisme yang mempengaruhi komposisi susu
terjadi tidak langsung dengan mekanisme langsung terhadap jumlah produksi susu.
Sebagai tambahan, perubahan komposisi susu dari pemerahan ke pemerahan berikut
tidak dapat diuraikan secara rinci. Sebagai contoh, persentase lemak susu
bervariasi sebanyak 30 % dengan penyebab yang tidak diketahui.
Banyak elemen dalam tubuh sapi
dan lingkungan luarnya mempengaruhi produksi dan komposisi susu. Seperti yang
didiskusikan pada subbab berikut, peternak dapat menghilangkan faktor-faktor
ini untuk mencapai produksi susu tinggi dan meningkatkan keuntungan.
7.1. Genetik dan Nutrisi
Genetik dan nutrisi sangat
mempengaruhi hasil dan komposisi susu.
7.2. Tingkat Laktasi dan Persistensi
Sekresi yang dihasilkan ambing
saat baru selesai beranak dikenal sebagai kolostrum. Komposisi kolostrum
berbeda dari komposisi susu normal. Biasanya diperlukan waktu 3 sampai 5 hari
setelah beranak agar komposisi susu menjadi normal. Selama periode ini bahan
padat terutama fraksi globulin atau protein meningkat. Secara praktis pedet
yang baru lahir tidak memiliki gama globulin. Gama globulin adalah bagian darah
yang mengandung antibodi untuk melawan berbagai organisme penyakit. Karena itu,
pedet harus tidak mencerna gama globulin dari kolostrum untuk mendapat imunitas
pasif melawan penyakit umum pedet. Pemberian kolostrum terutama kritis pada waktu
12 sampai 24 jam pertama hidup pedet. Setelah waktu ini, enzim dalam saluran
pencernaan memecah antibodi dan permiabilitas usus menurunkan antibodi. Dengan
demikian, antibodi kehilangan keefektivannya sesuai dengan umur setelah lahir.
Cekaman panas atau dingin mengurangi transfer imunoglobulin ke serum darah
pedet baru lahir. Pedet baru lahir memiliki mekanisme termoregulator rendah
sehingga harus mendapat perlindungan dari cuaca ekstrim.
Kandungan laktosa menurun
sedangkan persentase kasein dan lemak kolostrum bervariasi. Pakan mengandung
laktosa tinggi dapat menyebabkan pedet mencret. Mengurangi kandungan laktosa
kolostrum menolong mencegah terjadinya penyakit ini. Kalsium, magnesium,
fosfor, dan khlor terdapat banyak dalam kolostrum sedangkan kalium sedikit.
Besi terdapat 10 sampai 17 kali lebih banyak dalam kolostrum daripada susu
normal. Level tinggi besi ini diperlukan untuk peningkatan dengan cepat
hemoglobin sel darah merah pedet baru lahir. Kolostrum mengandung lebih banyak
10 kali vitamin A dan 3 kali vitamin D daripada susu normal. Pedet baru lahir
juga secara praktis kekurangan vitamin A. Vitamin A diperlukan untuk melawan
berbagai penyakit sehingga pedet harus memperoleh kolostrum.
Saat beranak, produksi susu berada pada tingkat
relatif tinggi. Jumlah yang disekresikan terus meningkat selama 3 hingga 6
minggu. Sapi penghasil tinggi biasanya memerlukan waktu lebih lama daripada
sapi penghasil rendah untuk mencapai produksi puncak. Setelah puncak dicapai,
produksi susu menurun secara beraturan. Tingkat penurunan biasa dianggap
sebagai persistensi. Setelah mencapai produksi puncak, sapi tidak bunting
menghasilkan susu sebanyak 94 sampai 96 % dari hasil bulan sebelumnya. Banyak
sapi tidak bunting melanjutkan menghasilkan susu sampai waktu tidak terbatas
tetapi pada tingkat rendah. Menjaga produksi susu puncak tertinggi sebaiknya
merupakan tujuan peternak. Keadaan ini tidak akan pernah tercapai.
Kenyataannya, ada kecenderungan kuat sapi yang mempunyai produksi awal tinggi
kurang mampu mempertahankan persistensi. Selama tingkat awal laktasi,
rangsangan untuk menghasilkan susu mengatasi berbagai masalah lingkungan atau
manajemen, misalnya prosedur pemerahan buruk atau pemberian pakan jelek.
Tetapi, pada laktasi selanjutnya penurunan produksi susu lebih besar daripada
laktasi awal.
Persentase lemak susu menurun
jelas selama 2 sampai 3 bulan bulan pertama laktasi, kemudian meningkat sejalan
dengan penurunan produksi total perkembangan laktasi. Kandungan protein susu
secara beraturan meningkat sesuai dengan perkembangan laktasi. Laktosa menurun
sedangkan konsentrasi mineral meningkat pada masa ini. Perubahan ini
digambarkan pada Gambar 2. Kebanyakan peningkatan komponen SNF susu dihubungkan
dengan tingkat kebuntingan yang terjadi daripada tingkat laktasi itu sendiri.
Ke arah akhir laktasi komposisi susu cenderung mencapai komposisi darah.
7.3. Tingkat Sekresi Susu
Tingkat sekresi susu berlangsung
cepat dan relatif konstan selama 8 hingga 10 jam setelah pemerahan dan rendah
sebelum dan selama pemerahan. Susu mengumpul selama selang pemerahan. Tekanan
intramamari meningkatkan sekresi susu dan tingkat sekresi susu menurun tiap
jam. Umumnya peningkatan tekanan intramamari pada sapi produksi tinggi terlihat
lebih kecil daripada sapi produksi rendah untuk menghasilkan jumlah susu yang
sama.
Kapasitas ambing menahan dan
melepaskan susu sangat berperan terhadap tingkat sekresi susu. Biasanya ambing
besar menghasilkan susu banyak daripada ambing kecil. Penelitian pada sapi
Jersey menunjukkan bahwa jumlah maksimal laktasi puncak yang
dapat disekresikan atau disimpan pada saat yang sama adalah 54
lb. Keadaan ini dicapai selama hampir 35 jam setelah pemerahan terakhir.
Frekuensi pengeluaran susu merangsang meningkatkan sekresi susu dan menurunkan
tekanan intramamari.
Telah banyak ditulis bahwa
peningkatan tekanan intramamari mengurangi tingkat sekresi susu. Penelitian ini
menggunakan akumulasi susu untuk membentuk tekanan intramamari. Karena itu, ada
kemungkinan yang timbul bahwa komponen spesifik susu berperan dalam sel ambing
untuk menghalangi sekresinya ssendiri, bebas dari tekanan intramamari.
7.4. Tindakan Pemerahan
Sapi biasanya diperah dua kali
setiap hari. Peningkatan frekuensi pemerahan menjadi tiga kali sehari menaikkan
produksi susu sebanyak 10 hingga 25 % dan pemerahan empat kali sehari menambah
lagi produksi sebanyak 5 sampai 15 %. Peningkatan produksi susu ini bernilai
atau tidak dihubungkan dengan penambahan biaya tenaga kerja, pakan, dan
peralatan yang tergantung pada keadaan peternakan tersebut. Kerja bernilai
ekonomis bila frekuensi pemerahan lebih dari dua kali sehari terhadap sapi yang
diperah pada tempat dengan pelepas cangkir otomatik. Hasil susu menjadi tiga
kali lebih besar dibandingkan tingkat awal laktasi. Kebutuhan pakan meningkat
sesuai dengan jumlah hasil susu.
Susu yang pertama kali
dikeluarkan dari ambing mengandung lemak lebih sedikit (turun 1 sampai 2 %)
dibandingkan akhir proses pemerahan (naik 7 hingga 9 %). Alasan untuk pembagian
globuli lemak ini belum diketahui. Telah dibuktikan bahwa globuli lemak
menggumpal di dalam alveoli. Gumpalan globuli lemak tertahan saat lewat ke arah
puting. Bagian cairan lebih mudah melewati gumpalan globuli lemak ke arah dasar
ambing dan puting. Karena itu, pemerahan pendahuluan cepat menyebabkan susu dalam
saluran besar kelenjar mempunyai lemak lebih sedikit dibandingkan di dalam
alveoli.
Sapi yang diperah dua kali sehari
dengan selang 10 dan 14 jam menghasilkan susu kira-kira 1 %, lebih sedikit
daripada rata-rata sapi yang diperah pada selang 12 dan 12 jam. Sapi penghasil
tinggi dapat memperlihatkan halangan lebih besar dalam menghasilkan susu. Sapi
penghasil rendah yang diperah pada selang 16 dan 8 jam menghasilkan hanya 1,3 %
lebih sedikit susu daripada sapi yang sama diperah dengan selang 12 dan 12 jam.
Selang 16 dan 8 jam mengurangi produksi susu sebanyak 4 sampai 7 % pada sapi
penghasil tinggi dan dara. Peternak yang memerah 80 hingga 200 sapi tidak
berkelompok di ruang perah mungkin memerah individu sapi dengan selang tidak
sama setiap hari. Pengelompokan sapi berdasarkan hasil susu atau tingkat
fisiologis menyebabkan sapi penghasil tinggi dan dara dapat diperah dengan
selang 12 dan 12 jam.
Sapi yang diperah selama 4 menit
sepanjang laktasi menghasilkan lebih sedikit susu, terutama pada laktasi awal, daripada
sapi yang sama diperah 8 menit. Kelompok 4 menit diperah tidak lengkap
sedangkan kelompok 8 menit diperah berlebih. Waktu pemerahan kebanyakan sapi
biasanya sedikit di atas 5 menit agar pengeluaran susu maksimal. Penyisaan 4 lb
susu dalam ambing setelah pemerahan selama 10 hari berurutan secara permanen
mengurangi hasil susu satu masa laktasi. Sapi yang diperah dengan mesin menurut
metode setrip secara nyata menghasilkan susu lebih sedikit daripada sapi yang
diperah tanpa tanpa metode setrip. Pemerahan mesin metode setrip membutuhkan
waktu lebih lama. Karena itu, mesin setrip tidak dianjurkan. Jika dilakukan,
pemerahan mesin setrip sebaiknya berlangsung singkat.
7.5. Umur dan Ukuran Sapi
Pertambahan hasil susu semakin
berkurang hingga kira-kira umur 8 tahun, tergantung pada bangsa, kemudian
menurun cepat. Penurunan setelah 8 tahun lebih lambat daripada peningkatan
sebelum umur ini. Sapi dewasa menghasilkan susu 25 % lebih banyak daripada sapi
dara umur 2 tahun. Peningkatan berat tubuh menaikkan hasil susu sebanyak 5 %
sedangkan sisanya yang 20 % karena perkembangan ambing selama kebuntingan.
Lemak susu dan SNF masing-masing
menurun 0,2 dan 0,4 % antara laktasi pertama dan kelima. Perubahan yang terjadi
sedikit. Laktosa menurun sesuai dengan SNF.
Dara sebaiknya dikawinkan agar
beranak pada umur 24 bulan atau kurang jika tubuhnya cukup baik untuk
menghasilkan anak. Sapi dara akan menghasilkan susu lebih banyak pada laktasi
pertama jika perkawinan ditunda sampai pada satu titik hingga dara beranak pada
umur 30 bulan. Yang menjadi masalah adalah masa produksi menjadi berkurang.
Umumnya, sapi besar menghasilkan
susu lebih banyak daripada sapi kecil. Walaupun begitu, hasil susu tidak
berhubungan langsung dengan berat badan. Hasil susu berkisar sebanyak 0,7 kali
dari berat tubuh yang kira-kira mendekati luas permukaan tubuh sapi. Karena
itu, sapi yang memiliki tubuh dua kali lebih besar dari sapi lainnya biasanya
menghasilkan susu sebanyak 70 % sedangkan sapi kecil mampu memproduksi susu 100
%.
Estrus secara temporer menekan
produksi susu, walau bukti penelitian tidak menunjukkan hal yang konstan. Sapi
penghasil susu tinggi sering menunda estrusnya setelah beranak.
Sapi dengan siste folikel di
ovari menghasilkan susu lebih banyak sesuai dengan hari tidak buntingnya
dibandingkan sapi kawin normal. Sapi ini menghasilkan jumlah susu yang sama
sebelum sistik ovari muncul. Keadaan ini menyimpulkan bahwa sistik ovari
meningkatkan produksi susu dan produksi tinggi susu tidak menyebabkan timbulnya
sistik ovari. Produksi susu sapi sistik lebih persisten daripada produksi susu
sapi kawin normal. Sapi sistik anestrus menghasilkan susu lebih banyak daripada
sapi sistik nimpomaniak.
Kebuntingan mengurangi produksi
susu laktasi berjalan. Sebagai contoh, sapi yang dikawinkan pada 90 hari
setelah beranak menghasilkan susu 750 sampai 800 lb lebih sedikit selama 305
hari daripada sapi yang dikawinkan pada 240 hari setelah beranak. Kebanyakan
hasil yang direduksi ini terjadi pada bulan kelima kebuntingan. Pada bulan kebuntingan kedelapan produksi susu
berkurang sebanyak 20 % dibandingkan dengan sapi tidak bunting dan panjang
waktu yang sama. Walaupun begitu, selang beranak teratur adalah rangsang utama
untuk produksi tinggi susu. Faktor-faktor seperti pakan, tenaga kerja, keuntungan
gagal beranak, nilai periode patokan, dan efisiensi reproduktif sebaiknya
dievaluasi sebelum keputusan diambil terhadap selang beranak. Hampir pada
seluruh keadaan peternakan sebaiknya sapi dikawinkan kembali pada estrus
pertama yang terjadi 45 sampai 50 hari setelah beranak.
7.6. Siklus Estrus dan Kebuntingan
7.7. Periode Kering
Sebaiknya sapi mendapat periode
istirahat selama 6 sampai 8 minggu di antara laktasi-laktasi. Periode kering
lebih panjang atau lebih pendek akan mengurangi produksi susu yang akan datang.
Akan tetapi, untuk memaksimalkan masa waktu produksi susu harus ada
keseimbangan antara produksi susu yang hilang saat periode kering dan
pertambahan produksi pada laktasi berikutnya. Antara dua laktasi berurutan,
periode kering optimum menurun dari 63 sampai 23 hari pada peningkatan umur
beranak dari 24 menjadi 83 bulan. Sapi yang beranak dengan selang beranak
kurang dari 340 hari memerlukan periode kering paling sedikit 55 hari.
Prosedur terbaik untuk
mengeringkan sapi adalah dengan menghilangkan seluruh butiran dan mengurangi
pasokan air beberapa hari sebelum periode kering mulai. Kemudian, tiba-tiba
pemerahan sapi dihentikan. Setelah pemerahan dihentikan, tekanan intramamari
meningkat dan menghalangi produksi susu selanjutnya. Sebaiknya sapi diperah
jika ambing terlihat sangat penuh. Tetapi, usaha ini menyebabkan rangsangan
sintesis susu berikutnya karena tekanan intramamari berkurang dan hormon
dilepaskan. Mungkin pemerahan kembali lebih penting untuk mengeluarkan leukosit
dari ambing pada waktu tertentu bila diperlukan untuk mengurangi infeksi.
Biasanya tidak perlu untuk memerah kembali jika produksi susu mencapai 20 lb
sehari sebelum pemerahan dihentikan. Bukti menunjukkan bahwa bila pengeringan
sapi untuk terapi mastitis tidak dapat dilakukan maka pemerahan berselang
selama beberapa hari untuk mengeringkan sapi menyebabkan mastitis berikutnya
berkurang.
7.8. Lingkungan
Hubungan umum antara temperatur
lingkungan, produksi susu, dan konsumsi pakan digambarkan pada Gambar 9.
Peningkatan temperatur lingkungan meniaikkan tingkat pernapasan. Reaksi ini
merupakan mekanisme primer bangsa sapi perah Eropa untuk membuang panas.
Sebagai contoh, tingkat pernapasan meningkat kira-kira 5 kali lipat bila
temperatur naik dari 50 menjadi 105 oF. Produksi susu dan konsumsi
pakan berkurang secara otomatis dalam usaha mengurangi produksi panas tubuh
bila temperatur naik. Kenyataannya, penurunan nafsu makan merupakan penyebab
utama prosuksi susu turun saat cekaman panas. Cekaman panas lebih mempengaruhi
sapi penghasil tinggi daripada penghasil rendah. Cekaman panas terutama
berbahaya saat puncak laktasi.
Produksi susu menurun bila
temperatur melebihi 80 oF bagi sapi Holstein dan Brown Swiss, 85 oF
untuk Jersey, dan 90 hingga 95 oF untuk Brahman. Temperatur optimal
untuk bangsa sapi Eropa kira-kira 50 oF. Kelembaban tinggi
berpengaruh merugikan bila temperatur melebihi 75 oF.
Umumnya, persentase SNF dan lemak
susu terbesar pada musim dingin dan terendah pada musim panas. Sapi yang
beranak pada musim gugur atau dingin menghasilkan lemak dan SNF lebih banyak
daripada sapi yang beranak di musim semi dan panas. Pada temperatur tinggi (di
atas 85 oF) produksi susu lebih sering menurun daripada produksi
lemak. Penurunan produksi hanya sedikit menaikkan persentase lemak. Pada
temperatur tinggi ada peningkatan khlor dan penurunan kandungan laktosa dan
protein susu. Penurunan temperatur di bawah 75 oF
menaikkan persen lemak dan SNF.
Penggunaan naungan, kipas angin,
penyiraman, atau udara dingin menghilangkan cekaman panas. Pengaturan udara
sapi di Florida merangsang hasil susu hampir 10 %. Hanya, biaya penggunaan
sistem ini menghalangi manfaat komersialnya. Mungkin lebih penting memilih
macam pakan yang tepat dan menentukan memelihara sapi yang tidak berkurang
makan saat kena cekaman panas. Udara yang disemprotkan ke atas air dan masuk ke
dalam naungan dingin penguap murah dapat mengurangi temperatur udara sebanyak
12 oF. Dari sapi perah yang mendapat naungan menghasilkan susu lebih
banyak dari yang tidak mendapat naungan. Di daerah iklim lembab subtropis
naungan atap bersekat dipasang tempat pakan dan minum dibawahnya sehingga sapi
tidak perlu meninggalkan naungan saat panas. Pada keadaan ini sapi yang
mendapat naungan berproduksi 11 % lebih banyak dari yang tidak mendapat
naungan. Spesifikasi naungan dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil susu seluruh laktasi
biasanya lebih besar bila sapi beranak pada musim gugur atau awal musim dingin.
Produksi jelas menurun jika sapi beranak pada musim dingin, bunga, dan panas.
Sapi menghasilkan lebih banyak susu saat beranak di musim gugur mungkin karena
temperatur optimal, tidak ada lalat, dan pakan lebih mudah dicerna saat musim
gugur, dingin, dan awal bunga dibandingkan saat musim panas. Karena itu, sapi
yang beranak pada musim gugur berada pada tahap akhir produksi atau kering saat
musim panas yang merugikan. Efek musim beranak secara praktis dapat diabaikan
bila sapi mendapat ransum kering terlindung sepanjang tahun seperti di
California.
Cekaman panas selama 1/3 kebuntingan terakhir
mengurangi berat lahir pedet, mengganti fungsi endokrin selama kebuntingan, dan
mengurangi hasil susu yang akan datang. Penggunaan naungan selama kebuntingan
mengurangi pengaruh cekaman panas yang merugikan.
Gerak olah yang cukup merangsang
produksi susu tinggi, tetapi terlalu sedikit atau banyak akan merugikan. Karena
itu, sapi yang ditambatkan sebaiknya dikeluarkan dua kali sehari untuk gerak
olah dan deteksi berahi. Sapi di padang rumput membutuhkan energi lebih banyak
daripada sapi yang mendapat pakan di kandang. Fakta menunjukkan bahwa energi
yang diperlukan untuk merumput di padang rumput jelek musim panas sebanyak dua kali
kebutuhan hidup pokok.
7.9. Penyakit dan Obat
Banyak penyakit berpengaruh
merugikan terhadap produksi susu dan mengubah komposisi susu. Penyakit tersebut
misalnya mastitis, ketosis, demam susu, dan salah cerna.
Berbagai obat termasuk pestisida
yang digunakan pada perlakuan ternak disekresikan ke dalam susu. Susu seperti
itu sebaiknya dibuang untuk mencegah obat masuk ke dalam pasokan pangan
manusia. Antibiotik dan pestisida tidak dibenarkan berada dalam susu. Susu
seperti itu dilarang dijual. Peternak sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga
medis tentang berapa lama waktu dibutuhkan untuk tidak menjual susu setelah
sapi menerima obat.
8. Ringkasan
Sel ambing laktasi adalah struktur sangat teratur yang dapat menggunakan 80
% zat gizi tersedia dalam darah untuk membentuk susu. Sebagian besar protein
susu dan laktosa hanya dijumpai di dalam susu. Lemak susu sapi mempunyai banyak
asam lemak rantai-pendek yang jenuh. Asam amino bebas, glukosa, asetat, dan
asam lemak rantai-panjang adalah prekursor darah utama dari masing-masing
protein susu, laktosa, serta asam lemak rantai-panjang dan pendek. Pembatasan
prekursor ini mengurangi produksi dan mengubah komposisi susu.
Umumnya, produksi susu dan persen
lemak susu berhubungan negatif. Genetik, level nutrisi, tingkat laktasi, dan
temperatur lingkungan mempengaruhi hasil dan komposisi susu. Ambing kapasitas
besar yang sering diperah dan lengkap sedikitnya dua kali sehari dengan bantuan
tekanan ambing minimal baik untuk tingkat sekresi susu tinggi. Selang beranak
teratur, terutama pada musim gugur, periode kering atau laktasi 6-8 minggu,
sapi umur tua dan besar, dan temperatur dingin menyenangkan, mempengaruhi
produksi susu.
9. Program Pemerahan
9.1. Pendahuluan
Imbalan usaha sapi perah adalah
memanen hasil susu. Sekresi susu adalah proses yang berkesinambungan, sedangkan
panen biasanya terjadi dua kali sehari. Karakteristik pemerahan yang baik
meliputi pemerahan pada interval teratur; pemerahan cepat, lengkap, dan tidak
kasar; menggunakan prosedur saniter; dan efisien meng-gunakan tenaga kerja.
Penggunaan prosedur ini secara tetap akan memberi hasil susu banyak dan
berkualitas tinggi, mastitis kurang, masa produksi lebih panjang, dan
keuntungan lebih tinggi per sapi.
Pemerahan membutuhkan banyak
tenaga kerja (kira-kira 55 %) dibandingkan kerja lain di peternakan sapi perah.
Perkembangan peralatan pemerahan dan rancangan fasilitas pemerahan telah
berkembang cepat, tetapi jumlah sapi yang diperah di USA tidak juga berubah
sejak pengenalan ruang perah merusuk. Akan tetapi, penemuan terakhir alat
pencuci ambing otomatik dan mesin perah otomatik menjanjikan peningkatan
efisiensi pemerahan.
9.2. Refleks Pengeluaran-susu
Sejunlah kecil susu yang terdapat
di dalam sisterne dan pembuluh besar ambing dapat keluar setelah melewati daya
tahan otot spinkter yang mengelilingi saluran keluar puting. Akan tetapi,
sebagian besar susu yang terdapat dalam ambing harus dipaksa keluar dari
alveoli dan pembuluh kecil susu dengan pengaktivan refleks neoro-hormonal yang
disebut pelepasan/pengeluaran susu (milk
ejection) atau penurunan susu (milk
let down).
Refleks pengeluaran susu meliputi
aktivasi syaraf di kulit puting yang sensitif terhadap sentuhan atau
temperatur. Rangsangan syaraf melalui sumsum tulang belakang sampai ke nuklei
paraventrikuler dari hipotalamus dan kemudian berjalan ke pituitari posterior
tempat dilepaskannya oksitosin ke dalam aliran darah. Oksitosin menyebar di
kapiler dan menyebabkan kontraksi sel myo-epitelial yang mengelilingi alveoli
dan pembuluh-pembuluh lebih kecil. Aksi pemerahan ini meningkatkan tekanan
intramamari dan memaksa susu melalui pembuluh pergi ke sisterne puting dan
ambing.
Kontraksi sel myo-epitelial
terjadi dalam 20-60 detik setelah perangsangan puting. Pelepasan kedua
oksitosin dapat terjadi, tetapi lebih sukar dari pelepasan pertama, dan
biasanya respon tidak terjadi secara penuh. Setelah pelepasan oksitosin aliran
susu berkurang sesuai dengan waktu, tanpa memperhatikan jumlah susu dalam
ambing. Hal ini mungkin karena kelelahan sel myo-epitelial atau ketidakaktivan
oksitosin. Fakta menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk setengah
aktivitas oksitosin di dalam darah sapi menghilang hanya dalam 1-2 menit, dan
level efektif berakhir dalam 6-8 menit. Karena itu, merupakan hal yang penting
mengeluarkan susu dengan cepat saat oksitosin menyebabkan kontraksi sel
myo-epitelial.
Ada bukti bahwa sebelum oksitosin
dilepaskan, rangsangan syaraf berjalan langsung dari puting melalui sumsum
tulang belakang ke otot halus di pembuluh besar ambing. Otot-otot halus ini
kemudian berkontraksi. Keadaan ini menyebabkan pembuluh ambing memendek dan
membesar serta membantu mengalirkan susu melalui sistem pembuluh ke arah
sisterne. Sel myo-epitel berkontraksi sebagai respon terhadap rangsangan
mekanis langsung. Karena itu, pemijatan ambing sebelum pemerahan menyebabkan
tambahan sejumlah susu dari alveoli.
Rangsangan luar selain pencucian
akan mengawali refleks pengeluaran-susu. Rangsangan terkuat untuk melepaskan
oksitosin adalah kehadiran pedet. Rangsangan lain yang berhubungan dengan
pemerahan adalah suara ribut, pemberian pakan, keberadaan pemerah, dan koitus.
Refleks pengeluaran-susu dapat
dihambat juga. Bila hal ini terjadi, hanya sejumlah kecil susu yang dapat
dikeluarkan dari ambing. Keadaan lingkungan yang tidak menyenangkan saat
pemerahan akan menyebabkan sistem syaraf simpatetik membebaskan epineprin
syaraf-hormon dari medula adrenal ke dalam darah. Epineprin adalah
vasokonstriktor kuat yang mampu mengurangi pasokan darah ke ambing dan karena
itu menghalangi oksitosin sampai ke sel myo-epitelial dalam jumlah yang cukup
untuk menghasilkan kontraksi. Injeksi oksitosin pada saat ini tidak efektif.
Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa epineprin dapat langsung menghambat sel
myo-epitelial merespon oksitosin. Hambatan refleks juga terjadi bila ambing
berisi penuh susu. Pada kasus ini, aliran darah kapiler berkurang sangat banyak
sehingga oksitosin tidak bertahan lama di myo-epitelium.
Jika peternak tenang maka
peternak akan menguasai sebagian besar sapi. Beberapa sapi tidak merespon
kebaikan, dan sapi seperti ini sebaiknya diapkir karena dapat menyebabkan sapi
lain terganggu.
Gangguan emosional yang terjadi
sebelum pengaktivan refleks pengeluaran-susu dapat mencegah pelepasan oksitosin
dari pituitari posterior. Pada keadaan ini, injeksi oksitosin akan menyebabkan
sel myo-epitelial berkontraksi sehingga vasokonstriksi tidak terjadi. Ini
adalah contoh penghambatan refleks pada taraf sistem syaraf pusat. Tipe
penghambatan tersebut paling sering ditemui pada dara yang beranak pertama kali
dan kemudian masuk ke masa produksi. Injeksi oksitosin pada beberapa kali
pemerahan dapat mengatasi hal ini. Hal penting yang harus diingat adalah
produksi seluruh laktasi berkurang karena pemerahan tak lengkap.
9.3. Mengeluarkan Susu dari Ambing
Saluran susu sapi harus terbuka
agar mendapat susu, dan tidak ada bukti bahwa otot spinkter mengendur selama
pemerahan. Karena itu, beberapa mekanisme eksternal harus digunakan untuk
mengalahkan daya tahan (ketahanan) otot ini.
9.3.1. Penyusuan
Selama menyusui, pedet menekan lidahnya ke sekitar puting dan ke arah
langit-langit dan menghasilkan tekanan negatif karena rahang terpisah atau
penarikan ulang/lagi lidah. Tekanan positif terjadi di sekitar puting saat
pedet menelan. Siklus menelan dan menghisap terjadi sebanyak 80-120 kali secara
bergantian setiap menit. Berdasarkan percobaan, pedet menghasilkan perbedaan
tekanan di depan puting susu sebesar 535 mm Hg sedangkan pemerahan mesin dan
tangan hampir menghasilkan perbedaan tekanan sebesar 310 dan 352 mm Hg. Isapan
pedet juga adalah metode tercepat untuk memindahkan susu dari ambing.
9.3.2. Pemerahan Tangan
Cara ini masih banyak dilakukan
di berbagai negara. Pemerahan tangan pun masih dilaksanakan di Amerika pada
waktu dan kasus khusus, biasanya dihubungkan dengan penyakit dan luka, yang
mungkin pemerahan dengan tangan lebih baik dari mesin. Pemerahan dengan tangan
secara hati-hati menjepit puting di antara jari telunjuk dan ibu jari.
Kemudian, susu di dalam puting ditekan ke luar oleh tekanan jari-jari lain pada
puting. Berikutnya jari telunjuk dan ibu jari mengendor sehingga puting terisi
kembali, dan siklus diulang. Pemerahan tangan yang baik dapat mengeluarkan susu
lebih banyak dari mesin perah.
9.3.3. Pemerahan dengan Mesin
Mulai digunakan tahun 1895. Mesin
perah mutakhir menggunakan cara tekanan negatif dan atmosfir secara bergantian,
disini diperlukan mangkok puting kamar ganda tempat puting berada. Ruangan
dimana puting ada terus menerus kosong untuk membuka lubang puting dan menahan
mangkok puting tetap pada puting.
DAFTAR PUSTAKA
Bath, D. L., F. N. Dickinson,
H. A. Tucker, and R. D. Appleman. 1985. Dairy Cattle : Principles, Practices,
Problems, Profits. 3rd Edition. Lea & Febiger,
Philadelphia. 291-305.
Foley, R. C., D. L. Bath, F.
N. Dickinson, H. A. Tucker, and R. D. Appleman. 1973. Dairy Cattle : Principles,
Practices, Problems, Profits. Reprinted. Lea & Febiger,
Philadelphia. 390-406.
Wikantadi, B.
1978. Biologi Laktasi. Bagian Ternak Perah, Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah
0 komentar:
Post a Comment