Sapi potong adalah salah
satu ternak ruminansia sebagai penghasil daging di dunia khususnya Indonesia.
Namun, produksi daging dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena
populasi dan tingkat produktivitas ternak
rendah. Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara
oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas
(Suryana dalam Rosida,
2009).
Sentra sapi potong
terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Naggroe Aceh Darussalam (NAD), Bali, Nusa
Tenggara Timur, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pola usaha sebagian
besar adalah perbibitan atau pembesaran anak, dan hanya sebagian kecil peternak
yang mengkhususkan usahanya pada penggemukan ternak, pola usaha perbibitan
secara ekonomis kurang menguntungkan, namun usaha tersebut masih tetap
berkembang. Secara intensif banyak
dilakukan petani-peternak di Jawa, Madura, dan Bali. Pada pemeliharaan
ekstensif, ternak dipelihara di padang pengembalaan dengan pola pertania
menetap atau di hutan. Pola tersebut
banyak dilakukan peternak Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Dan Sulawesi. Dari
kedua cara pemeliharaan tersebut,
sebagaian besar merupakan usaha rakyat dengan ciri skala usaha rumah tangga dan
kepemilikan ternak sedikit, menggunakan teknologi sederhana, bersifat padat karya, dan berbasis azas
organisasi kekeluargaan (Surya dalam
Sugeng 2006).
Sumber daya peternakan,
khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat
diperbaharui (renewable) dan berpotensi untuk dikembangkan guna meningkatkan
dinamika ekonomi n. menurut Suryana dalam Mersyah (2005), ada beberapa
pertimbangan perlunya mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu :
1) Budi daya sapi potong relkatif
tidak tergantung pada ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang berkualitas
tinggi,
2)
Memiliki kelenturan bisnis dan
teknologi yang luas dan luwes
3)
Produks sapi potong memiliki
elastisitas terhadap perubahan
pendapatan yantg tinggi
4)
Dapat membuka lapangan
pekerjaan.
Program pengembangan agribisnis diarahkan untuk
memfasilitasi kegiatan yang beriorentasi agribisnis dan memperluas kegiatan
ekonomi produktif petani, serta meningkatkan efesiensi dan daya saing. Upaya
peningkatan daya saing usaha ternak sapi potong rakyat secara teknis dapat
dilakukan dengan meningkatkan produktivitas sehingga produknya dapat dijual
pada tingkat harga yang cukup murah
tanpa mengurangi keuntungan peternak. Dalam pengembangan sapi potong, pemerintah menempuh dua
kebijakan, yaitu ekstensifikasi menitikberatkan pada peningkatan populasi
ternak yang didukung oleh pengadaan dan peningkatan mutu bibit, penanggulangan
penyakit, perbaikan reproduksi dilakukan dengan IB dengan penyapihan dini
bebet, penyuluhan dapat pembinahan usaha, bantuan perkreditan, pengadaan dan
peningkatan mutu pakan genetik (intensifikasi), dan pemasaran, dan mutu genetik
(Suryana dalam Kuswaryan, dkk, 2003).
Agar pengembangan sapi potong yang berkelanjutan
(Suryana dalam Winarso, dkk, 2007) mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1) Perlunya perlindungan dari pemerintah daerah terhadap
wilayah-wilayah kantong ternak, terutama dukungan tentang kebijakan tetang tata
ruang ternak serta pengawasan terhadap ahli fungsi lahan pertanian yang
berfungsi sebagai penyangga budi daya ternak.
2) Pengembangan teknologi pakan terutama pada wilayah padat
ternak, antara lain dengan memanfaatkan limbah industri dan perkebunan.
3) Untuk menjaga sumber plasma nutfah sapi potong,
perlu adanya kebijakan impor bibit atau sapi bakalan agar tidak terjadi
pengurasan terhadap ternak lokal dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumsi daging
dalam negeri.
Persepsi peternak terhadap sistem usaha agribisnis
sapi potong dengan pola kemitraan sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan makin
berkembangnya usaha ternak sapi potong melalui pola kemitraan yang dilakukan
dengan beberapa peternak atau pengusaha peternak dengan berskala besar karena
pola tersebut secara ekonomis memberikan keuntungan yang layak kepada pihak
yang bermitra. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryana dalam Roessali, dkk,
(2005), bahwa usaha tani atau usaha ternak sapi potong rakyat umumnya berskala
kecil bahkan subsisten. Bila beberapa skala kecil ini berhimpun menjadi satu
usaha yang berskala yang lebih besar dan dikelola secara komersial dalam suatu
sistem agribisnis maka usaha tersebut secara
ekonomis akan lebih layak dan menguntungkan.
0 komentar:
Post a Comment