Selamat datang di blog Cara Beternak dan Budidaya, Silahkan cari artikel yang anda butuhkan dengan mengetikan keyword di kotak pencarian
Sapi perah merupakan unit produksi terkecil dari industri persusuan, suatu industri yang berdiri karena permintaan konsumen dan produknya. Untuk mengembangkan sistem manajemen peternakan sapi perah, perlu di kembangkan pengetahuan dasar mengenai biologi laktasi. Pengertian biologi laktasi sebetulnya adalah fisiologi laktasi, yaitu ilmu yang mempelajari fungsi organ tubuh ternak perah  yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam proses laktasi. 
Organ yang mempunyai peran utama dalam biologi laktasi adalah ambing .  Oleh karena itu ambing perlu di pelajari secara mendalam baik anatominya, histologinya bahkan sampai tingkat molekuler. Perkembangan ambing mulai dari saat d ilahirkan, saat puber, bunting laktasi dan periode kering juga pelu di pelajari secara mendalam. 
Proses sintesis susu yang terjadi di dalam sel sekresi merupakan proses fisiologi yang mekanismenya merupakan reaksi biokimia yang di pengaruhi oleh enzim, hormon dan lingkungan. Oleh karena itu aka di jelaskan juga tentang sistem neuroendokrin pada sapi perah dengan maksud agar dapat memahami peranan hormon dalam pertumbuhan ambing dan sekresi susu. Selain itu dengan berkembangnya ilmu teknologi dna, maka dalam membahas sintesis susu di bicarakan pula tentang peranan DNA dalam sintesis susu pada sapi perah.
  
ANATOMI AMBING

Industri peternakan sapi perah untuk menghasilkan susu sangat tergantung kepada ambing atau mamari gland dalam menghasilkan susu sebanyak mungkin, melebihi kebutuhan anaknya. Oleh karena itu perlu mengetahui anatomi pertumbuhan dan perkembangan ambing.

A.      Keadaan Umum Ambing Sapi Perah
Ambing sapi perah terdiri atas 4 kelenjar susu (mammary gland) yang terletak di daerah inguinal Susu dari tiap kelenjar disalurkan ke luar melalui puting. Ambing menempel dengan perantara sejumlah jaringan ikat, di samping berhubungan dengan bagian dalam tubuh sapi melalui canalis inguinalis. Melalui canalis inguinalis ini masuk arteri dan Vena, pembuluh getah bening dan syaraf dari dalam tubuh sapi masuk ke dalam ambing, bentuk ambing seperti sebuah mangkuk, bagian yang membulat penuh teletak di bagian belakang. Ambing sapi perah terletak di antara dua paha kaki belakang.
Ambing di bagi menjadi belahan kiri dan belahan kanan di pisahkan oleh ligamentum  suspensory medialis. Masing-masing kuartir mempunyai sistem duktus yang terpisah, jadi ambing merupakan 4 kelenjar yang sekaligus menjadi empat kuartir. Berat ambing tergantung umur, masa laktasi, banyaknya susu di dalam ambing,  dan faktor genetik. Beratnya berkisar antara 11,35 – 27,00 kg atau lebih tidak termasuk susu. Kapasitas ambing adalah 30,5 kg. Berat dan kapasitasnya naik sesuai dengan bertambahnya umur. Setelah sapi mencapai umur 6 tahun berat dan kapasitas ambing tidak naik lagi. Terbesar kapasitasnya pada laktasi yang kedua dan ketiga.
 Pada umumnya ambing bagian belakang menghasilkan susu sebanyak  60% dari total produksi, sedangkan sisanya 40%  di hasilkan oleh ambing bagian depan.
Bentuk ambing dan ukuran nya tidak sama  antara satu sapi dengan sapi yang lain walaupun dalam satu bangsa, sebab bentuk dan ukuran ambing di pengaruhi oleh kemampuan produksi susu, umur, faktor genetis. Suatu hal yang penting pada ambing sapi perah ialah harus mengandung banyak jaringan sekresi yang menghasilkan susu, selain besarnya ambing juga harus cukup memadaii untuk menampung susu yang di hasilkan dalam proses sehari yang terjadi antara waktu proses pemerahan. kadang-kadang susu sebanyak 50 lbs dalam waktu 12 jam, di tambah dengan vivit jaringan yang ada di dalamnya, total 100 lbs. Oleh karena itu untuk ambing bobotnya tinggi di perlukan jaringan penopang yang kuat. Masing-masing kuartir  atau mammary gland di lengkapi sebuah puting yang fungasinya untuk menyalurkan susu keluar dari ambing pada saat terjadi pemerahan. Puting letaknya di bagian belakang ventral ambing. Kadang kita jumpai ambing yang lebih dari satu puting bahkan ada yang terletak pada posterior dari puting belakang. Puting yang berlebih ini sebaiknya di lakukan penyembuhan pada waktu masih pedet. Apabila tidak, maka  ambing bisa mudah terkena infeksi oleh mikroorganisme yang mungkin dapat berkembang menjadi penyakit mastitis.

Proses Laktasi di pengaruhi oleh hormon
Perkembangan ambing nyata tidak terjadi karena ketidakhadiran hormon tertentu. Secara umum, hormon yang merangsang pertumbuhan ambing adalah hormon yang juga sama mengatur reproduksi. Karena itu, sebagian besar pertumbuhan ambing terjadi pada peristiwa reproduksi tertentu saja, misalnya saat pubertas, kebuntingan, dan sesaat setelah beranak.
a.       Ovari. Hormon ovary merangsang perkembangan ambing selama pubertas dan kebuntingan. Hormon ovari spesifik yang berperan dalam respon pertumbuhan ambing adalah estrogen dan progesteron. Estrogen merangsang pertumbuhan saluran ambing, sedangkan kombinasi estrogen dan progesterone diperlukan untuk mencapai perkembangan lobuli-alveoler.
b.      Pituitari Anterior. Hormon dari pituitaria anterior diperlukan untuk pertumbuhan ambing. Bekerjasama dengan hormon ovari (estrogen dan progesteron) untuk menghasilkan per-kembangan ambing.
c.       Laktogen Plasental Sapi. Plasenta adalah sumber estrogen dan laktogen plasental sapi. Struktur plasental sapi serupa tetapi lebih besar dari prolaktin dan hormon pertumbuhan. Laktogen plasental sapi mungkin bekerja sama dengan pituitari anterior dan hormon ovari untuk perkembangan ambing selama kebuntingan.
d.      Adrenal dan Tiroid. Pemberian adrenal glukokortikoid dan tiroksin memulai perkembangan ambing. Tetapi pengaruh-pengaruh ini mungkin berhubungan dengan fungsi metabolik umum-nya dan tidak dari kepentingan primer dalam menyokong pertumbuhan ambing.


B. Organ Penopang Ambing
Pada ambing sapi perah terdapat tujuh macam jaringan yang menopang yaitu sebagai berikut.

1.      Kulit, yaitu jaringan yang paling luar sebagai pembungkus seluruh ambing yang berfungsi melindungi ambing, dan merupakan jaringan pertama yang menopang ambing.
2.      Fascia Superficialis, terletak di bawah kulit, sebagai jaringan kedua yang menopang ambing.
3.      Cordlike Tissue, yang menyerupai tali, membentuk ikatan longgar antara permukaan-permukaan dorsal dari  kuartir depan, dengan dinding perut. Jika jaringan ini lemah akan mengakibatkan ambing dapat menggantung seolah-olah lepas dari dinding perut.
4.      Ligamentum Suspensorium superfisialis, menggantung pada perut, merupakan pasangan dari lapisan superfisialis, yang sebagian terdiri dari jaringan elastis. Meluas kearah bawah depan meliputi ambing dan membelah ke arah permukaan dari paha. Lapisan ini sangat dekat dengan garis median pada ambing belakang, kemudian menyebar kearah bagian anterior dari ambing. Ligamentum ini merupakan salah satu jaringan penunjang utama ambing.
5.      Ligamentum Suspensorium Lateralis, menggantung di seluluh tepi ambing, merupakan pasangan bagian dalam yang tebal dari ligamentum suspensorium superfisialis yang asalnya juga dari sub pelvis. Lapisan ini meluas ke arah bawah dan meliputi ambing. Jaringan ini terikat dengan permukaan lateral dari ambing yang konveks dan bersambung dengan jaringa interstistil dan ambing, jaringan ini juga merupakan jaringan utama yang menopang ambing yang bersifat non elastis
6.      Subpelvis tendo, merupakan tempat asal dari lapisan superfisialis dan profunda dari ligamentum suspensorium lateralis, jaringan ini sebenarnya bukan merupakan jaringan penunjang.
7.      Ligamentum Suspensorium Medialis, merupakan dua buah jaringan yang berdekatan terdiri dari jaringan elastis yang berwarna kuning, ligamentum ini berasal dari dinding perut dan tertambat pada permukaan medialis dari ambing dan membentuk septum yang memisahkan ambing menjadi dua bagian, ligamentum suspensorium medialis memiliki kekuatan daya tarik yang sangat tinggi terletak tepat di pusat gravitasi dari ambing sehingga apabila di sekitarnya di singkirkan maka akan mendukung ambing secara seimbang, ligamentum ini sangat berperan penting di dalam menunjang ambing.

Apabila ambing sapi yang sedang laktasi diiris melintang maka kita akan melihat bulatan-bulatan kecil yang berwarna merah jambu yang dikelilingi lingkaran putih. Bulatan kecil itu adalah jaringan sekretorik, sedangkan lingkaran yang mengelilinginya adalah jaringan ikat. Sel sekretorik inilah yang menyusun alveoli. Sejumlah alveoli bergabung jadi satu dengan peraturan diktus-duktus dan di bungkus oleh haringan ikat, membentuk suatu bangunan yang di sebut lobulus atau lobuli. sekelompok lobuli dibungkus oleh  haringan ikat sehingga terbentuk lobus atau lobi (terdiri dari banyak lobus).
Pita-pita berwarna putih dari jaringan ikat terdapat di seluruh bagian dari ambing dan merupakan jaringan penunjang bagi jaringan sekretorik.
Kuartir depan dan belakang dipisahkan oleh suatu jaringan ikat tipis berwarna putih, jaringan ini merupakan kapsul jaringan ikat yang memisahkan lobi antara kuartir-kuartir tersebut.
Suatu ambing yang keras di namakan hard udder, Jika ambing tersebut lebih banyak mengandung jaringan ikat di bandingkan jaringan sekretorik keadaan tersebut merupakan sifat yang di turunkan atau di sebabkan oleh penyakit mastitis. sehingga sel-sel sekresi diganti dengan jaringan ikat.


 

C.           Sistem Duktus
Pada setiap kuartir ambing terdapat suatu sistem duktus atau saluran, sehingga sistem duktus di setiap kuartir merupakan sistem yang terpisah, kecuali sistem pembuluh darah dan sistem syaraf. Sistem duktus di setiap kuartir tersebut berfungsi secara mandiri, sehingga jika salah satu ambing dari keempat ambing tersebut terkena penyakit mastitis maka ambing yang lainnya masih berfungsi dengan baik.
Dari setiap alveolus terdapat suatu duktus atau saluran kecil yang fungsinya untuk menyalurkan susu keluar dari alveolus masuk kedalam duktus yang lebih besar, ialah duktus yang terdapat didalam lobuli. Antara duktus dari lobuli yang satu dengan duktus lobuli yang lain di hubungkan dengan saluran yang relatif lebih besar yang terdapat dalam suatu lobi. Lobi-lobi dihubungkan oleh saluran yang menuju ke saluran induk (mayor duct) yang kemudian bermuara di sinus lactiferus atau gland cistern yang  berada tepat di atas puting susu.
Seluruh sistem germ saluran dan gland cistern fungsinya untuk mengalirkan air susu dari alveoli menuju puting susu yang akhirnya dapat di keluarkan dengan jalan pemerahan. Seluruh saluran gland cistern dan testteat cistern berfungsi sebagai penampung susu sementara waktu sebelum dilakkukan pemerahan. Pada setiap tempat percabangan saluran, biasanya lubangnya sempit dan membetuk suatu sinus (percabangan). terdapatnya penyempitan pada tempat percabngan ini mencegah mengalirnya susu karena adanya gravitasi kearah puting dan gland cistern.
Saluran yang besar pada bagian bawah kuartir depan mengelompok pada permukaan lateral, sedangkan pada bagian atas kuartir depan maupun belakang , saluran itu lebih uniform. Saluran yang besar, mempunyai tedensi (kecenderungan) memendek dan melebar, sedangkan saluran lebih kecil bentuknya lebih membulat.
Biasanya terdapat 10-12 saluran induk menuju ke tiap-tiap gland cistern, paling bnyak terdapat 20 buah tetapi kadang di jumpai lebih banyak lagi.



D.      Puting
Puting susu berbentuk silindris atau kerucut yang berujung tumpul.  Puting susu belakang biasanya lebih pendek dibandingkan puting susu depan. Bila menggunakan mesin perah putting susu yang pendek lebih menguntungkan dibanding dengan yang panjang, karena milk-flow rate-nya lebih cepat, dengan perkataan lain sapi dengan puting panjang diperah lebih lama dari pada puting pendek. Sifat terpenting puting untuk pemerahan efisien adalah (1) ukuran sedang, (2) penempatan baik, dan (3) cukup tegangan pada otot spinkter sekitar lubang puting agar memudahkan pemerahan dan susu tidak menetes.
Antara 25 sampai 50 persen sapi mempunyai puting berlebih (tambahan), keadaan ini disebut supranumerary teat. Puting berlebih ini biasanya terletak di sebelah belakang. Sebaiknya puting berlebih ini dihilangkan sebelum pedet mencapai umur satu tahun, hal ini untuk mencegah terjadinya mastitis.
Pada umumnya puting pada sapi perah tidak di tumbuhi bulu, dan tidak terdapat kelenjar keringat pada puting. Panjang puting pada sapi perah yang sedang laktasi kurang lebih 6-9cm. Pada ujung puting terdapat lubang puting atau streak canal, atau dinamakn juga teat meatus, dan melewati lubang puting kurang lebih 8-12 ml, dan terdapat sel yang membentuk lipatan pada lubang puting yang bergandengan satu sama lain sehingga dapat menahan keluarnya susu sebelum di perah. Sel-sel ini mensekresikan cairan semacam lipida yang bersifat bakteriostastik, ini penting untuk mencegah infeksi mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit mastitis.
Di sekeliling lubang puting terdapat urat daging sirkuler atau melingkar yang memungkinkan lubang puting ini sebagai klep (sphinter) terhadap keluarnya susu. Kekuatan dari urat daging sirkuler yang terdapat pada lubang puting mempengaruhi kecepatan, mudah tidaknya suatu kuartir ambing saat di perah.
Kadang-kadang dijumpai sapi perah yang terlihat susunya menetes dari ubang puting sebelum di lakukan pemerahan dari putingnya, hal ini di sebabkan urat daging sphinter yang terdapat pada teat meatus sudah kendor, ambing semacam ini mudah terinfeksi dengan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit mastitis, karena lubang puting selalu terbuka. Dan sebaliknya kadang dijumpai ambing yang mempunyai lubang puting nya dikelilingi urat daging sirkuler yang amat kuat sehingga relatif lebih sulit untuk melakukan pemerahan. Puting yang baik ialah puting yang mempunyai streak canal atau urat sirkuler yang mengelilinginya mempunyai kekuatan sedang.
Tepat di atas streak canal, terdapat suatu bangunan yang terdiri dari tujuh atau delapan lipatan membran yang dinamakan furstenberg’s rosette, dinamakan demikian karena sesuai dengan nama orang yang menemukan pertama kali. Tekanan yang timbul karena mengumpulnya susu di dalam rongga puting (teat cistern) dan gland cisten dapat menyebabkan furstenberg’s rosette ini merenggang sehingga dapat menahan susu tidak dapat turun dari gland cistern ke rongga puting.
Teat cistern di sebut juga sinus papillaris yaitu rongga di dalam puting yang terletak tepat di bawah gland cisttern. antara gland cistern terdapat suatu bangunan sirkuler yang dinamakan annular fold padat dan lebarnya kurang lebih 2-6 mm. Pada teat cistern di lapisi mukosa terdapat lipatan longitudinal dan sirkuler yang saling menutupi sehingga membentuk saku-saku yang diduga menjadi tempat persembunyian bakteri.

E. Gland Cistern
 Gland cistern di namakan pula sinus lakttiferous, adalah rongga yang terdapat di dalam kuartir ambing. Ukuran dan bentuknya untuk setiap kuartir sangat bervariasi, kadang gland cistern ini berbenuk sirkuler, tetapi bentuknya tidak lebih hanya berupa saku-saku dari berbagai ukuran sebagai akhir dari saluran induk. Kapasitas gland cistern adalah 100-400 gram susu. Menurut penelitian ternyata tidak ada hubungan yang nyata antara ukuran gland cister dengan jumlah susu yang di sekreskan oleh kuartir-kuartir.
   
II.               SISTEM SYARAF DAN ENDOKRIN

Sistem suaraf dan endokrin pada sapi perah mempunyai arti penting sebab mempengaruhi fungsi organ tubuh. Secara umum sistem syaraf mempunyai peranan untuk mengatur kecepatan penyesuaian organ tubuh dalam menghadapi pengaruh perbedaan sekeliling, sedangkan sistem hormon mempengaruhi proses pertumbuhan reformasi dan laktasi.
Produksi susu yang maksimal pada sapi perah yang sedang laktasi, dapat dicapai jika semua organ tubuh dapat berfungsi secara normal. Tetapi keadaan lingkungan eksternal maupun internal  sapi perah akan selalu berubah, oleh karen itu sapi harus selalu berusaha mengatur organ-organ tubuhnya agar dapat berfungsi dengan baik dan survive (bertahan di segala kondisi). Keadaan internal tubuh sapi perah yang berubah misalnya level hormon, kadar glucosa darah, kadar Ca, Pdan lain sebagainya.
Fisiologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari masalah-masaah ini secara khusus yang mempelajari fungsi tubuh dan komponen-komponennya.  Sel merupakan dasar bangunan dari tubuh seekor hewan, sejumlah sel yang sama fungsinya membentuk jaringan, selanjutnya membentuk organ dan organ yang fungsinya sama akan di organisir oleh suatu sistem. Sistem pencernaan, sistem reproduksi, sistem syaraf dan sistem endokrin  mempunyai peranan penting terhadap penampilan yang prima dari sapi perah. Apabila sistem ini berjalan dengan baik, maka sapi perah dapat memberikan produksi susu yang maksimal, sebaliknya apabila sistem-sistem ini tidak berjalan dengan baik maka produksi susu pasti tidak maksimal atau menurun.

      1.       Sistem Syaraf
Lapisan dalam ambing terdiri atas dua tipe syaraf, yaitu serabut syaraf afferent (sensoris) dan serabut syaraf efferent (para simphatis). Fungsi utama dari serabut syaraf simpatis pada ambing adalah untuk mengontrol penyediaan darah pada ambing dan mendinnervasi otot-otot polos yang mengelilingi saluran-saluran susu dan otot-otot spinkter dari puting susu. Rangsangan pada sapi menyebabkan sistem simpatetik menghentikan hormon syaraf epinephrin, yang mengecilkan pembuluh darah dan mengurangi produksi susu.

Sistem syaraf pada sapi perah terdiri dari empat bagian yaitu
       1.      Otak
       2.      Corda
       3.      Spinalis
       4.      Sistem syaraf perifer
       5.      Syaraf otonom

Sistem syaraf terdiri atas sel syaraf ( neuron ), yang terdiri dari body sel dan dua atau lebih benang syaraf yang di namakan dendrit atau akson. Akson adalah benang syaraf yang panjang yang meneruskan impuls atau rangsangan yang jauh letaknya dari body sel. Pada satu sel syaraf banyak kita jumpai dendrit, dan semuanya meneruskan rangsangan ke body sel. Kemungkinan terjadi pertemuan antara akson dari suatu neuron dendrit dari neuron yang lain, dan pertemuan ini dinamakan synapsis. Impuls syaraf berjalan melalui satu atau beberapa synapsis menuju corda spinalis dan rangsangan itu di teruskan ke organ afektor misalna kelenjar atau urat daging. Kemungkinan rangsangan itu di teruskan ke otak, tetapi ada pula rangsang yang tidak diteruskan keotak. Contoh rangsangan yang tidak diteruskan keotak ialah yang disebut gerak reflek, seperti waktu sapi menyepak. Apabila puting  sapi di cubit sapi akan merasa sakit, kemudian rangsangan ini diteruskan ke corda spinalis ( sumsum tulang belakang ), dan oleh corda spinalis di teruskan melalui syaraf motorik yang mempengaruhi urat daging kaki, sehingga kaki dapat menyepak.
Otak sapi perah terdiri dari empat bagian yaitu:
1.      Cerebelum  (otak besar), merupakan bagian yang terbesar dari otak, merupakan central berfikir, memory, dan mengontrol fungsi otot.
2.      Cerebellum, mempunyai arti penting karena mengkordinasi aktifitas gerak, makan, berjalan.
3.      Pons, mengatur pernafasan mengunyah dan ruminansi
4.      Medula oblongata, mempnyai fungsi yang sama dengan pons.

Corda spinaslis merupakan kelanjutan ke arah caudal dari medulla oblongata atau di sebut juga susunan tulang belakang. Apabila corda spinalis menerima impuls atau pesan dari syaraf perifer mislanya dicubit, dan peran tersebut di teruskan ke otak atau belum sampai ke otak tetapi pesan tersebut di relay (di teruskan) kembali melalui syaraf motorik yang lain keorgan afektor seperti pada mekanisme gerak reflek, maka akan berakibat sapi tersebur menyepak karena kesakitan.
 Sistem syaraf meliputi semua neuron yang terletak di luar otak dan corda spinalis. Sistem syaraf perifernini merupakan saluran komunikasi antar lingkungan eksternal dan internal  dengan sistem syaraf otonom yang terdiri dari 2 sistem syaraf yang bekerja secara antagonis yaitu syaraf simpatik dan syaraf parasimpatik. Sistem syaraf otonom ini bekerja tanpa perintah dari syaraf pusat, misalnya sisterm syaraf  yang berperan terhadap organ visceral  seperti jantung, lambung dan usus. Sistem syaraf juga dapat memengaruhi neurohormon, misaalnya kalau sapi mengalami stress, hormon epinephrin turunnya susu dari alveoli di sekresikan hormon epinephrin akan menghambat terjadinya proses ke dalam sisterna ambing dan sisterna puting.
 
       2.      Sistem Endokrin
Di  dalam tubuh sapi terdapat banyak kelenjar, kelenjar adalah sel yang mempunyai fungsi untuk mensekresikan bahan tertentu. Kelenjar ada dua macam yaitu exocrin dan endokrin.

                  1.      Kelenjar Exocrin
Exocrin merupakan kelenjar yang mengeluarkan hasil sekresinya melalui duktus atau saluran, kemudian masuk ke dalam ruang tubuh atau keluar dari tubuh. Contoh kelenjar exocrin pada sapi perah adalah ambing, kelenjar keringat.

                  2.      Kelenjar Endocrin
Endocrin adalah kelenjar yang tidak mempunnyai saluran atau duktus, sehingga kelenjar ini akan langsung menumpahkan hasil sekresinya ke dalam darah. Sekresi yang dihasilkan kelenjar endokrin disebut hormon (dalam bahasa yunani berarti merangsang).
Masing-masing kelenjar endokrin yang ada dalam tubuh sapi perah akan mensintesa satu macam hormon, tetapi mungkin juga menghasilkan lebih dari satu. Sebetulnya hormon adalah bahan kimia (chemmical massenger). Dapat di bawa bersama aliran darah ke organ target hormon adalah uterus, ambing atau kelenjar endocrin yang lain.
Fungsi hormon yaitu : sebagai pengatur fisiologi dalam tubuh sapi perah. Dua proses fisiologi yang paling penting dan harus di fahami oleh peternak sapi perah ialah reproduksi dan laktasi, yang sangat di pengaruhi oleh bermacam-macam hormon. Oleh karena itu pengetahuan tentang endokrinologi mempunyai arti yang sangat  mendasar untuk memahami proses ini. Beberapa contoh penggunaan hormon pada sapi perah ialah untuk sinkrinisasi birahi dan ovulasi, stimulus pertumbuhan, stimulus produksi susu dan untuk pengobatan gangguan hormonal. Ada keterkaitan antara sistem syaraf dengan sistem hormon. Ini di jumpai pada sel syaraf (neuron) yang mensintesa hormon dan di namai neuro hormon, salah satu contoh ialah oxytosin.
DI samping itu mungkin hormon tertentu mempengaruhi sistem syaraf tertentu, tau mungkin pula organ endokrin tertentu di pengaruhi oleh bahan kimia yang di sekresikan oleh sistem syaraf tertentu,
Oleh karena itu dapat di fahami bahwa pada umumnya organ dalam tubuh sapi perah di pengaruhi oleh sistem syaraf dan sistem endokrin yang saling overlapping (tumpang tindih), begitu eratnya fungsi/peran sistem syaraf dan endokrin tersebut sehingga sistem ini fungsinya di persatukan menjadi sistem neuroendokrin

III.           PEREDARAN DARAH PADA AMBING
 
A.      Sistem Arterill
Sebagian besar penyediaan darah untuk ambing berasal dari arteria pudenda externa kanan dan kiri, masing-masing untuk belahan ambing bagian kanan dan kiri. Arteria ini masuk ke dalam ambng dari cavum abdominalis (rongga perut) melalui canalis inguinalis. Pada saat arteria masuk ke dalam ambing membentuk flexura sigmoidea ( suatu belokan). Arteria pudendaexterna merupakan cabang dari arteria iliaca externa yang berasal dari aorta.
Arteria iliaca interna yang yang memberi darah alat genitalia dan daerah pudenda, juga merupakan cabang dari aorta arteria perinealis muncul dari arteria iliaca interna dan menyediakan darah untuk daerah bagian posterior dorsal dari kuartir bagian belakang.
Arteria mamaria merupakan lanjutan dari arteria pudenda externa setelah masuk kedalam ambing melalui canalis inguinalis, arteria untuk setiap belahan ambinga kanan dan kiri bercabagn-cabang kecil ke nouds lymphaticus dan bagian atas dari ambing belakang. Arteria mamaria kemudian bercabang menjadi dua buah arteria yang besar yaitu arteria mammaria ceandalis dan arteria mammaria candalis. Sebelum terbagi dua menjadi anterior dan osterior, arteria mammaria bercabang kecil, yaitu arteria abdominalis subcustaneus. Cabang ini berjalan ke arah arteriadan memberi darah pada dinding ventral abdomen di depan dan ke bagian vaal dari ambing,

B.       Sistem Pembuluh Darah Balik
Darah yang mengandung O2 meninggalkan jantung melalui aorta dan kemudian melalui cabang-cabang arteri yang lebih kecil darah dibawa ke ambing melalui dua buah arteri : arteri pudenda externa (kanan dan kiri). Kedua arteri ini menembus dinding perut melalui canalis inguinalis masing-masing kanan dan kiri masuk ke dalam ambing. Pada saat masuk ke dalam ambing keduanya berubah menjadi arteria mammaria yang segera bercabang menjadi arteria mammaria cranialis dan caudalis. Kedua cabang ini bercabang-cabang lagi menjadi arteria yang lebih kecil, kemudian membentuk kapiler yang memberi darah ke sel-sel ambing.
Venula yang berasal dari kapiler-kapiler dan saling beranastomosa membentuk vena yang menampung darah dari ambing. Pada bagian atas/puncak ambing vena membentuk lingkaran vena. Pada tempat ini darah meninggalkan ambing melalui tiga jalan, yaitu :
1.        Jalan utama pertama tediri atas dua buah vena pudenda externa yang sejajar dengan arteria pudenda externa berjalan melalui canalis inguinalis dan akhirnya menggabungkan diri dengan vena cava yang membawa darah ke jantung.
2.        Jalan utama kedua terdiri atas dua buah vena yaitu : vena abdominalis atau vena mammae kanan dan kiri yang terdapat pada tepi anterior dari ambing. Kedua vena ini berjalan di sepanjang dinding ventral perut berada langsung di bawah kulit. Vena ini masuk ke dalam cavum thoracis pada sumber susu dan akhirnya menggabungkan diri dengan vena cava anterior ke dalam jantung.
3.        Jalan ketiga yaitu vena perinealis, walaupun kecil merupakan jalan masuk ke dalam tubuh dari ambing melalui velvis.
                                                                         
Pada saat sapi berdiri sebagian besar darah kembali ke jantung melalui vena susu. Tetapi dalam keadaan sapi berbaring aliran darah yang melalui vena susu terhenti. Walaupun demikian produksi susu tidak terganggu karena adanya jalan ketiga tersebut.
Terdapat kenaikan aliran darah ke ambing (+ 180 persen) pada beberapa hari setelah sapi beranak. Kenaikan ini dapatlah dihubungkan dengan penurunan aliran darah uterus setelah beranak dan ini mungkin mengambil peranan penting dalam inisiasi dari sekresi susu karena lebih banyak bahan-bahan pembentuk susu serta hormon laktogenik yang terbawa bersama aliran darah tersebut ke dalam ambing. Tiap-tiap satu volume susu yang dibentuk memerlukan 500 volume darah yang mengalir ke dalam ambing. Secara singkat dikatakan Blood flow rate merupakan determinan yang penting dalam mengatur produksi susu.


IV.           SISTEM GETAH BENING

Terdiri dari : saluran lymphe  dan nodus ( nodulus lymphaticus ).
Limfe (getah bening) adalah cairan kelenjar tanpa warna yang dialirkan dari rongga jaringan oleh pembuluh limfe berdinding tipis. Limfe mempunyai komposisi yang sama dengan darah kecuali limfe tidak mengandung sel darah merah. Nodula limfe ambing dan nodula limfe lainnya yang tersebar di seluruh tubuh penting untuk pertahanan sapi terhadap penyakit. Nodula limfe membentuk limfosit, sejenis sel darah putih yang berperan pada imunitas. Nodula juga menghilangkan bakteri dan benda asing lainnya. Respon terhadap infeksi mastitis, nodula meningkatkan hasil limfositnya ke dalam pembuluh limfe yang akhirnya menyebarkan limfosit ke dalam vena cava anterior. Limfosit kemudian dibawa ke ambing untuk memerangi infeksi.
Ambing biasanya mempunyai satu nodus lymphoticus yang besar pada separuh kanan dan kiri di sebut nodus lymphaticus supra mamaria terletak di posterior canalis inguinalis. Kadang di jumpai dalam ambing mempunyai 7n, lymphaticus pada masing-masing belahan. Cairan limphe meninggalkan ambing melalui canalis inguinalis. Lymphocytes juga masuk kedala, system vasculer darah untuk membantu menghancurkan microorganisme yang masuk.

V.               PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN AMBING
  
A.     Periode Foettus
Bakat ambing nampak sebagai dua buah garis lurus di daerah abdomen, di sebut pita mammary, pada saat ini embrio mempunyai panjang 1,5 cm. Tonjolan-tonjolan (mammary buds muncul di sepanjang pita mammary dengan jumlah dan susunan yang spesifik dari spesies. Pada tahap ini perubahan-peubahan masih sama pada 2 seks (jantan dan betina).tetapi perbedaab yang mencolok terjadi pada betina. Pada betina, tonjolan-tonjolan mammary di tekan ke atas permukaan dari ephitelium di sekelilingnya.
Perkembangan ini mudan di amati sebagai putting. Kemudian di ikuti pertumbuhan ke bawah stranum germinitivum dari pucuk mammary lewat jaringan mesenchym sebagai inti sel dimana sistem pengumpulan susu dan alveoli berkembang dari sini ( sebagai tunas). Pada saat ini foetus panjangnya kurang lebih 12 cm. Dalam waktu relatif singkat lumen muncul didekat akhir tunas yang sedang tumbuh yang dengan cepat membentuk canal dan glandula cisterna sudah mulai terbentuk (foetus panjangnya 25 cm).
Pembuluh darah mulai tammpak, tunas-tunas saling dihubungkan sampi dengan saat lahir panjangnya 50-60 cm (umur kurang lebih 6 bulan).

B.     Pada Saat Lahir
Pada waktu dilahirkan pedet telah memiliki ambing yang terdiri dari puting, rongga puting (teat cistern) dan struktur yang akan berkembang menjadi sistem duktus
Sampai pedet umur tiga bulan, sistem saluran ambing belum terlihat dewasa. Sistem saluran tumbuh mengelilingi lapisan lemak ambing secara proporsional sesuai dengan pertambahan berat badan. Setelah tiga bulan, pertumbuhan ambing kira-kira 3,5 kali lebih cepat dari pada pertumbuhan tubuh. Kecepatan pertumbuhan ini berlanjut hingga umur sembilan bulan. Sel-sel saluran ambing berakumulasi selama 3 sampai 5 siklus estrus pertama setelah pubertas. Jumlah sel terlihat jelas menurun saat fase kebuntingan. Antara umur 9 bulan dan konsepsi, pertumbuhan dan regresi kelenjar susu selama estrus mencapai suatu keseimbangan. Peningkatan murni jumlah sel ambing sesuai dengan peningkatan bobot badan. Jumlah tebesar pertumbuhan saluran ambing sebelum konsepsi terjadi pada umur sembilan bulan. Karena itu, sebaiknya peternak memperhatikan dara tumbuh baik dan segera siap kawin.

C.      Pada Masa Puber
Ambing membesar karena terjadi pertumbuhan sistem duktus (inti karena pengaruh hormon esterogen dari folikel ovarium dan hormon progesteron dari corpus luteum ovarium).
Pada sapi dara, setelah di kawinkan dan bunting terjadi pertumbuhan allveolus, jaringan lemak di gantikan oleh jaringa sekresi (usia kebuntingan 3-4 bulan), terjadi akumulasi susu (pada umur kebuntingan 7-9 bulan) sesudah beranak.
Jumlah sel sekresi menurun setelah puncak laktasi, karena puncak laktasi, karena rusak saat pemerahan, dann jumlah sel sekresi akan semakin menurun semakin lama periode laktasi (setelah puncak laktasi), pada akhir masa laktasi jumlah sel sekrei lebih sedikit dibanding awal masa laktasi. Adanya mastitis juga menyebabkan turunnya jumlah sel sekresi.

D.      Selama Laktasi Dan Kebuntingan.
Kebanyakan sapi dikawinkan antara 40 sampai 90 hari setelah beranak. Tingkat awal kebuntingan relatif sedikit berpengaruh terhadap produksi  susu atau jumlah sel ambing. Perkembangan kebuntingan terjadi setelah lima bulan. Perkembang-an ini menyebabkan hasil susu dan jumlah sel ambing menurun pada sapi laktasi bunting dibandingkan yang tidak bunting.
Selama Laktasi. Jumlah sel ambing terus meningkat selama laktasi awal. Perkembangan ini mungkin berlanjut sampai puncak laktasi. Sebagai hasilnya, alveoli hampir seluruhnya terbungkus pada laktasi awal. Setelah itu, tingkat penurunan sel ambing melebihi tingkat pembelah sel. Hasilnya menunjukkan secara nyata ambing mengandung lebih sedikit sel,pada akhir laktasi daripada awal laktasi. Mastitis juga menyebabkan kehilangan sel ambing. Secara alami, kehilangan sel sekretori apakah dari fisiologis atau sebab patologis, menurunkan jumlah produksi susu. Oleh karena itu pemeliharaan jumlah maksimal sel ambing sangat dianjurkan terutama bagi sapi dengan produksi tinggi, karena jika sel ambing tidak ada susu tidak terbentuk. Selama Kebuntingan. Alveoli tidak terbentuk hingga terjadi kebuntingan pada sapi dara. Kemudian alveoli mulai menggantikan jaringan lemak seluruh ambing.

E.  Selama Masa Kering
Sapi akan di keringkan selama sekitar dua bulan pre paratus yaitu pada saat bunting 7 bulan. Produsi susu yang relatif rendah dapat di keringkan dengan cara menghentikan pemerahan secara mendadak. Pada sapi yang berproduksi tinggi pengeringan bertahap dengan cara pemerahan berselang.
Selama Masa Kering Pemerahan setiap hari biasanya dihentikan setelah sapi perah berlaktasi 10 sampai 12 bulan (dengan rentangan 6 hingga 18 bulan). Jika sapi bunting, periode nonlaktasi ini (periode kering) diawali biasanya sekitar 60 hari sebelum tanggal beranak. Mengikuti penghentian pemerahan tiap hari, ambing induk tidak bunting menjadi dipenuhi dengan susu selama beberapa hari. Walaupun begitu, aktivitas metabolik menurun cepat. Kemudian, tampak jelas degenerasi dan kehilangan sel epithelia alveoler. Sel mio-epitelial dan jaringan pengikat masih ada biarpun alveoli menghilang. Secara histologis, jaringan pengikat dan sel lemak menjadi lebih menonjol selama periode ini. Setelah involusi lengkap ambing makan hanya terdapat sistem saluran. Sistem saluran induk sapi, akan tetapi, lebih banyak dari pada sapi dara. Walaupun penelitian pada sapi perah belum dilaporkan, involusi lengkap alveoli membutuhkan 75 hari pada kambing tidak bunting.
Sapi yang bunting normal selama periode kering, dan karena kebuntingan merangsang pertumbuhan ambing, involusi lengkap tidak terjadi pada sapi bunting. Umur kebuntingan paling sedikit 7 bulan sejak awal periode kering menyebabkan jumlah sel ambing tidak berubah terutama selama periode kering. Induk yang tidak mendapat periode kering normal menghasilkan susu berikutnya berkurang daripada sapi yang mendapat istirahat 60 hari di antara laktasi-laktasi. Karena itu, periode kering di antara laktasi-laktasi penting untuk produksi susu maksimal. Ketidakhadiran periode kering bergabung dengan peningkatan jumlah sel yang terjadi selama tingkat awal laktasi berikutnya. Hal ini terutama menjelaskan kebutuhan periode kering pada sapi.
   
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa Biologi Laktasi terdiri dari sistem yang terlibat, biolaktasi, anatomi, histologi, sitologi, pertumbuhan dan perkembangan ambing.
2.      Ambing adalah organ yang mempunyai peran penting dalam biologi laktasi.
3.   Ambing berfungsi mengeluarkan susu untuk makanan anaknya setelah lahir. Ambing ini tumbuh selama kebuntingan dan mulai mengeluarkan susu setelah beranak.
4. Berbagai hormon yang menentukan reproduksi juga mengatur ambing. Karena itu, perkembangan ambing dan laktasi adalah bagian integral dari reproduksi.
5.   Proses pencurahan baik tidaknya susu di pengaruhi oleh kondisi dari seluruh sistem organ pada sapi perah.



DAFTAR PUSTAKA

Astuti, T.Y, Marjono, S. dan Haryati S., 2001. Buku Ajar Dasar Ternak Perah. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Hal. 64-84
Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker, and R. D. Appleman. 1985. Dairy Cattle : Principles, Practices, Problems, Profits. 3rd Edition. Lea & Febiger, Philadelphia. 291-305.
Foley, R. C., D. L. Bath, F. N. Dickinson, H. A. Tucker, and R. D. Appleman. 1973. Dairy Cattle : Principles, Practices, Problems, Profits. Reprinted. Lea & Febiger, Philadelphia. 390-406.
Wikantadi, B. 1978. Biologi Laktasi. Bagian Ternak Perah, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

0 komentar:

Post a Comment

Contact Person

AVIAN JAYA FARM
Nama        : AVIAN TRENGGONO
Alamat      : Jl. Sukaraya-sukatani, Bekasi
Email         : aviantrenggono@yahoo.com
Hp              : 082137612234
Facebook : Avian Trenggono
Twitter      : Avian_trg
Website      : ternakapaaja.blogspot.co.id

VISITORS

Flag Counter